Search for Knowledge
“A mistake is a signal that it is time to learn something new, something you didn’t know before.”

BELANJA ONLINE (DAYA BELI TURUN ATAU TEMPAT BELI YANG BERPINDAH, MASA DEPAN RETAIL DAN E-COMMERCE)

DAYA BELI TURUN ATAU TEMPAT BELI YANG BERPINDAH ?

Menurut Rhenald Khasali, yang terjadi sekarang adalah uang sedang berpindah (shifting) dari kalangan menengah ke atas ke ekonomi rakyat. “Dan para elit sekarang sedang sulit karena peran sebagai “middleman” mereka pudar akibat disruptive innovation, lalu meneriakkan “daya beli turun,”

Rhenald mengambil tiga contoh untuk memperkuat pendapatnya. 

Pertama, perusahaan logistik JNE. Menurutnya jaringan logistik JNE kini market sharen-ya sudah di atas PT Pos dan semua perusahaan e-commerce menjalin kerja sama. Kondisi ini memaksa JNE untuk meningkatkan pelayanan dimana dalam beberapa bulan terakhir terus melakukan penambahan tenaga kerja sampai dengan 500 orang.

“Tak banyak orang yang tahu bahwa konsumen dan pedagang beras di Kalimantan kini lebih banyk membeli beras dan minyak goreng via Tokopedia dari Surabaya, Lombok, Makasar dan lain-lain. Juga tak banyak yang  tahu bahwa angkutan kargo udara dari Solo naik pesat untuk pengiriman garmen dan barang-barang kerajinan. Juga dari kota-kota lainnya. Artinya usaha kecil dan kerakyatan mulai diuntungkan,” paparnya.

Kedua, retailer. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) penjualan yang dicapai anggotanya pada semester 1 2017 ini turun 20%. Kondisi ini mengikuti pola angkutan taksi yang sudah turun sekitar 30-40% pada tahun lalu.

Apakah karena daya beli? Bukan, penyebabnya adalah shifting ke taxi online. Sama halnya retail dan hotel yang beralih dari konvensional ke online. “Artinya bukan daya beli drop, bukan juga karena keinginan membeli turun, melainkan terjadi shifting,” jelasnya.

Tiga, produsen besar fast moving consumer goods (FMCG). Rhenald menuturkan semua perusahaan pada sektor ini mengakui meraup kenaikan omzet 30-40%. Mulai tepung terigu milik Bogasari sampai dengan produk obat-obatan milik Kalbe Farma.

“Demand-nya masih naik pesat. Tetapi produsen seperti Gulaku mengaku drop karena kebijakan harga eceran tertinggi (HET) yang mulai dikontrol pemerintah,”.

 

MASA DEPAN RITEL

Dengan semakin meresapnya era digitalisasi dalam kehidupan sehari-hari kita, tentunya pola atau gaya hidup juga akan mengalami perubahan. Cara berbelanja juga mengalami perubahan di mana saat ini lebih umum untuk berbelanja Online karena sudah sangat dimudahkan oleh teknologi e-commerce maupun m-commerce. Apabila Anda berkecimpung di bisnis ritel yang masih Offline saat ini, mungkin sudah saatnya mengikuti perkembangan jaman.

Berdasarkan pandangan para pemain di bisnis ritel, ke depannya bisnis ritel akan lebih mengedepankan Pengalaman Berbelanja daripada belanjanya sendiri atau, istilah lainnya, Experience-Driven Shopping. 

 

Agar Experience-Driven Commerce dapat berjalan baik, beberapa hal berikut perlu dipersiapkan:

  • Online to Offline (O2O) – Transisi transaksi antara Online dan Offline
  • Tetap diperlukan toko fisik
  • Consumer Profiling
  • Penerapan Teknologi Menyeluruh

 

Online to Offline (O2O)

Transisi dari offline ke online dan sebaliknya

Konsep modern yang paling simpel saat ini adalah konsep O2O atau Online-To-Offline, di mana konsumen memesan secara online melalui web ataupun melalui aplikasi di HP untuk kemudian pesanannya dapat diambil ke showroom/toko atau dikirimkan langsung ke rumah. Ini tidak terbatas untuk barang saja, tetapi dapat juga untuk makanan/minuman segar. Hal ini tentunya akan sangat bermanfaat untuk pengembangan bisnis yang lebih ekstensif.

 

Tetap Butuh Toko Fisik

Bagaimanapun kita butuh “menyentuh barang”

Mengapa masih perlu toko Offline apabila konsumen sudah terbiasa berbelanja Online?

Jawabannya adalah karena konsumen masih tetap perlu “mencoba” atau “merasa” atau “melihat langsung” untuk menetapkan pilihan. Bila pada akhirnya dibeli secara online, Anda perlu memastikan belinya tetap dari Anda dengan pilihan produk yang sudah sesuai. Jadi, setidaknya Anda tetap membutuhkan showroom untuk produk Anda.  Tinggal bagaimana Anda memanfaatkan ruang showroom Anda dengan baik dan dipadukan dengan teknologi yang bersinergi.

 

Profil Konsumen

Siapa pelanggan kita yang sebenarnya?

Bagian terpenting dari setiap bisnis ritel adalah informasi profil pengunjung (Consumer/Visitor Profiling). Ritel ingin mengetahui:

  • berapa banyak pengunjung tokonya setiap hari, setiap jam,
  • berapa yang beli dan berapa yang tidak,
  • rentang umur pengunjung seperti apa (yang membeli dan yang tidak),
  • apakah lebih banyak pria atau wanita,
  • berapa lama konsumen berada di dalam toko,
  • barang apa yang paling sering dilihat atau dicoba dan yang di area mana,
  • dan masih banyak lagi

Dengan mengetahui profil konsumen Anda lebih baik, ini akan memberikan beberapa keuntungan untuk bisnis Anda seperti:

  • Mengetahui apakah produk sudah sesuai dengan keinginan konsumen saat ini
  • Memberikan penawaran produk atau promo yang spesifik untuk setiap konsumen
  • Mengatur ulang produk apa yang sebenarnya perlu distok
  • Menarik konsumen dengan cross-selling atau up-selling yang lebih efektif
  • Memberikan pelayanan yang lebih baik karena telah memiliki info mengenai konsumen yang sedang dilayani

Apabila dulunya cara untuk mendapatkan informasi profil customer masih berdasarkan transaksi yang sudah terjadi PLUS survey internal, maka untuk ritel saat ini, implementasi teknologi yang menyeluruh adalah cara paling akurat dan cepat yang dapat dilakukan dengan kombinasi Facial Recognition (Face ID), Artificial Intelligence (AI), Machine Learning (ML) plus  RFID untuk produk

 

Penerapan Teknologi Menyeluruh

Tidak mungkin bertahan tanpa dibantu teknologi saat ini


Berbicara bisnis masa depan tentunya tidak akan terlepas dari sentuhan teknologi yang menyeluruh. Dengan semakin modern gaya hidup manusia sekarang, ekspektasi berbelanja juga pelan-pelan sudah berubah. Dari yang mungkin hanya sekedar harga paling murah, sekarang sudah lebih banyak ekspektasi dalam pengalaman berbelanja dan kualitas.

Berikut ini adalah beberapa teknologi yang dapat menjadi pertimbangan dalam membangun bisnis ritel yang future-proof:

 

Aplikasi

Lupakan bisnis yang future-proof apabila Anda masih menjalankan operasional dengan cara manual (atau Excel). Aplikasi harusnya menjadi tulang belakang dan dasar dari segala macam teknologi turunan yang ingin di-implementasikan. Paling minimum Anda harus mulai dari aplikasi ERP yang mutlak dibutuhkan, aplikasi manajemen gudang atau WMS untuk mengontrol perputaran stok fisik barang sampai aplikasi kasir atau POS adalah syarat minimum yang harus ada.

 

Perangkat Keras Operasional

Di luar PC, Laptop, Server dan Jaringan, Anda akan membutuhkan perangkat-perangkat keras seperti Mobile Computer, Rugged Tablet, mesin POS, RFID reader, dan lain sebagainya untuk menunjang proses input data dari lapangan agar Aplikasi dapat ter-update secara (atau mendekati) real-time.

 

RFID

Untuk mempercepat proses perpindahan barang dari gudang sampai ke toko, RFID adalah salah satu media pilihan. Penggunaan RFID harus ditunjang infrastruktur Aplikasi (terutama WMS dan POS) karena tidak mungkin berdiri sendiri. Kami sarankan mulai menggunakan RFID apabila bisnis Anda sudah menggunakan barcode dengan WMS tetapi volume transaksi mulai membebani produktivitas perpindahan barang.

 

Smart Mirror

Bayangkan Anda dapat melakukan fitting baju atau celana dari tampilan cermin saja serta menggantinya bila kurang sesuai (seperti foto paling atas), atau menunjukkan produk yang Anda pegang ke depan cermin dan akan muncul info detail produk yang diinginkan. Semuanya ini dapat dilakukan dengan Smart Mirror yang mengusung fungsi-fungsi yang dapat diaktifkan sesuai kebutuhan.

 

Advanced Analytics

Sebelumnya kita sudah sempat menyinggung kebutuhan untuk Customer Profiling. Anda membutuhkan teknologi Advanced Analytics yang mengkombinasikan teknologi Face ID, Artificial Intelligence (AI), Machine Learning (ML) dan RFID untuk mengumpulkan Big Data untuk dianalisa. Hasil yang didapatkan akan membantu bisnis dalam mengambil keputusan strategis seperti:

  • Produk mana yang perlu distok lebih banyak
  • Tren produk seperti apa yang sedang berjalan
  • Tren karakter pengunjung saat ini seperti apa
  • Dan masih banyak lagi

 

NEW RETAIL : MASA DEPAN RETAIL BERAWAL DARI TIONGKOK

 

Model New Retail Sebagai Perintis Terdepan

Di Tiongkok, pasar tidak mengalami dilema yang sama. Alih-alih menimbang-nimbang antara dua pilihan di atas, Tiongkok membentuk konsep usaha baru yang mereka sebut model New Retail. Pilihan tersebut menggabungkan hal-hal terbaik dari toko fisik dan pengalaman online.

Perintis model tersebut adalah Alibaba, platform e-commerce terbesar di Tiongkok dan memiliki lebih dari setengah miliar konsumen. Tiongkok memiliki angka penetrasi perdagangan online tertinggi di dunia, tapi retail offline dalam bentuk fisik masih berperan dalam memberikan lebih dari 80% total penjualan retail.

Pendiri Alibaba, Jack Ma, menyadari bahwa masa depan retail tidak terletak pada pertanyaan seperti online atau offline. Oleh karena itu, ia menyajikan konsep model New Retail tiga tahun lalu. Meskipun masih cukup baru, model tersebut sudah mengubah wajah dari berbagai retail di Tiongkok.

New Retail bukanlah hanya sekedar toko swalayan dan toko serba ada. Ini menyangkut hal yang lebih besar dengan dampak menyeluruh,” tulis Jeffrey Towson, seorang investor ekuitas dan profesor Universitas Peking yang mengikuti perkembangan retail di Tiongkok. “Model New Retail merupakan ekstensi yang berani dari strategi Alibaba. Model itu memasukkan kompetisi digital ke dalam dunia nyata dan bergantung pada partisipasi ekonomi yang tidak lazim… New Retail berarti ekspansi masif pada brand dan pada partisipasi serta aktivitas konsumen.”

Mengubah Kekacauan Toko Swalayan Menjadi Freshippo

Ada banyak kesulitan ketika kita berbelanja di supermarket: mendorong kereta belanjaan, mencari barang di rak-rak, barang yang diinginkan habis, mengantre saat membayar, dan lain-lain.

Para pengunjung supermarket Freshippo (dikenal juga sebagai Hema) sama sekali tidak akan merasakan kesulitan di atas. Alibaba menciptakan Freshippo untuk mengembangkan inovasi New Retail agar nantinya dapat diterapkan pada industri lain. Untuk sekilas, Freshippo mungkin terlihat seperti toko swalayan lainnya: Mereka menjual kebutuhan sehari-hari, buah dan sayuran, serta makanan laut segar. Tapi, Freshippo sama sekali berbeda dari toko pada umumnya.

“Saya masuk ke Freshippo tanpa mengetahui apa yang harus saya harapkan–ekstravaganza digital ataupun proses berbelanja yang dimudahkan. Ternyata hasilnya adalah sesuatu di antara dua hal itu. Saya melihat QR code sebagai standar baru yang mengagumkan,” kata Steve Stine dari website Inside Asia. “Pengalaman saya di sana begitu cepat, efisien, dan tanpa sedikitpun kesulitan.”

Berbelanja di Freshippo merupakan perjalanan berbasis smartphone–Anda dapat melakukannya dari rumah atau ketika mengunjungi toko. Di dalam toko, Anda dapat memindai barcode dengan smartphone untuk mendapatkan informasi produk. Pembayaran juga dilakukan secara digital dengan menggunakan platform Alipay yang terhubung dengan aplikasi Freshippo.

Bagi mereka yang tinggal dalam radius tiga kilometer dari lokasi toko, Freshippo mampu mengirimkan belanjaan dalam waktu 30 menit. Setiap toko berperan sebagai gudang dan juga pusat logistik yang mengumpulkan, memenuhi, dan mengirimkan pesanan pelanggan secepat mungkin, baik itu secara online atau offline.

Menghilangkan Repotnya Mencari Mobil Baru

Bila Anda pernah merasakan lelahnya proses membeli mobil baru, Anda akan mengapresiasi apa yang dilakukan model New Retail di Tiongkok.

Alih-alih mengunjungi dealer satu demi satu dan menghabiskan berjam-jam berkeliling parkiran serta menghadapi tekanan dari penjual, Alibaba mengeluarkan mesin penjual otomatis untuk otomotif. Alibaba bekerjasama dengan Ford baru-baru ini meluncurkan mesin penjual otomatis di kota Guangzhou. Mesin penjualan otomatis ini juga akan tersedia lebih banyak lagi.

Dengan mesin penjual otomatis Ford ini, pelanggan dapat melihat berbagai model mobil melalui aplikasi, memilih mobil yang ingin mereka coba, dan mengambilnya dari mesin penjual otomatis. Pelanggan dapat mencoba mobil yang mereka ambil selama tiga hari. Setelah melakukan test drive tanpa tekanan apapun dari dealer, pelanggan dapat membuat janji untuk mengunjungi dealer ketika sudah siap untuk membeli.

“Kemajuan teknologi yang didukung oleh platform Alibaba… memberikan brand pilihan baru untuk memikirkan lagi pendekatan operasional mereka dan cara berinteraksi dengan pelanggan,” kata Jason Ding dari Bain & Co. di Beijing yang bekerjasama dengan AliResearch dalam membangun laporan model New Retail.

Memudahkan Toko-Toko Lokal

Toko-toko kecil milik keluarga adalah sektor yang amat membutuhkan perubahan melalui model New Retail. Sebagai bagian penting dari banyak komunitas, terdapat sekitar enam juta toko kecil yang mewarnai perumahan dan jalan-jalan di seluruh Tiongkok. Sebagian besar dari mereka dijalankan oleh keluarga.

Biasanya, para penjual tersebut memesan stok barang karena hanya ketika kehabisan atau ketika mendapat firasat dadakan. Setidaknya, begitulah keadaannya sebelum program Ling Shou Tong dari Alibaba dijalankan. Setelah menjalankan usaha secara tradisional dan tanpa perubahan selama beberapa dekade, toko-toko keluarga ini akhirnya mendapat pembaruan.

Pembaruan ini bukan hanya dari pergantian papan nama, melainkan operasional yang lebih modern. Alibaba menciptakan aplikasi spesial untuk membantu manajemen inventaris secara digital dari setiap toko. Berkat hal itu, pemilik toko dapat tahu apa, kapan, dan seberapa banyak stok produk yang harus mereka pesan. Aplikasi itu juga mengintegrasi bisnis kecil mereka dengan sistem logistik dan gudang yang terpusat.

Insight yang diberikan dari platform Ling Shou Tong juga membuat brand menjadi semakin pintar. Lihat saja Mondolez, sebuah perusahaan camilan yang produknya sangat familiar dengan Anda. Berkat masukan Ling Shou Tong, Mondolez mampu memuaskan para penggemar makanan manis dengan menaruh mesin yang menyajikan sebutir kue Oreo secara strategis di dekat loket pembayaran.

Ancaman Mal Yang Sepi Pengunjung? Model New Retail Punya Solusinya

Bagaimana dengan mal atau pusat perbelanjaan? Ketika mal kehilangan pengunjungnya di Amerika Serikat, Alibaba sudah mulai mengubah berbagai pusat perbelanjaan di Tiongkok dengan model New Retail. Cara memikat hati pelanggan adalah dengan memberikan apa yang mereka inginkan, dalam ukuran dan warna yang mereka inginkan, ketika mereka menginginkannya. Realita dari pengalaman berbelanja di mal tidak selalu manis; seperti menemukan baju yang Anda inginkan, namun ukuran ataupun warna yang Anda inginkan tidak ada.

Mal dengan model New Retail memperkecil kemungkinan seorang pengunjung pulang dengan tangan kosong. Toko-toko dilengkapi dengan “rak virtual”. Bila Anda tidak menemukan ukuran atau warna yang Anda inginkan, Anda dapat memilih spesifikasi yang Anda inginkan di layar, memindainya dengan aplikasi, dan barang yang Anda inginkan akan dikirimkan langsung ke rumah.

Kamar mandi di mal juga menjadi bagian dari pengalaman model New Retail. Di dalam kamar mandi wanita, tersedia “cermin ajaib” dimana pengunjung dapat bereksperimen secara virtual dengan beragam warna makeup. Bila pengunjung menemukan warna makeup yang mereka sukai, mereka dapat membelinya langsung di mesin penjual otomatis.

Lebih Banyak Perkembangan Model New Retail yang Akan Datang

Restoran, seperti Wu Fang Zhai yang hampir berumur seabad, adalah kandidat integrasi model New Retail. Dengan bantuan Koubei, perusahaan jasa Alibaba, restoran dapat menjalani proses modernisasi. Sekarang, pelanggan dapat memesan langsung dari meja mereka melalui QR code yang dapat dipindai dan mengambil makanan mereka sendiri dari “loker” makanan di sebelah dapur. Operasional menjadi semakin efisien dan siomay yang mereka sajikan juga sama lezatnya.

Bahkan di kalangan brand, model New Retail dapat membawa perubahan dramatis dan inovasi baru di Tiongkok. Tanya saja Mars yang menggunakan teknologi Alibaba untuk mendapatkan informasi baru akan perilaku pelanggan. Mereka berhasil menciptakan cemilan Snickers dengan rasa pedas yang laku di pasar Tiongkok. Selain itu ada juga Welden, pembuat tas tangan kecil yang mendadak sukses berkat pemasaran lewat live streaming.

Mengapa Perubahan Terjadi Lebih Pesat di Sektor Retail Tiongkok

Untuk memahami mengapa sektor retail Tiongkok berkembang lebih pesat dari negeri lain, kita perlu memahami peran Alibaba sebagai operator pasar. Selama 19 tahun, Alibaba telah membangun tulang punggung dari e-commerce Tiongkok. Singkat kata, mereka membuat lingkungan di mana brands dapat memasukinya dengan mudah dan juga melakukan penemuan untuk proses pembayaran yang lancar.

Sebagai operator pasar, Alibaba menawarkan jasa yang lengkap kepada brand. Mulai dari alat pemasaran dan pengiklanan, sistem pembayaran, logistik dan komputasi cloud, hingga properti media dan hiburan. Melalui platform B2C Alibaba, Tmall, brand dapat membangun toko yang terlihat serupa dengan toko online mereka sendiri. Karena brand juga bertanggung jawab atas hubungan dan pengalaman pelanggan mereka, mereka juga memiliki semua analisis perilaku pelanggan yang terkait.

Semua hal di atas bertujuan untuk membantu kesuksesan brand. Tidak ada persaingan dengan Alibaba. Keadaan di Amerika Serikat sepenuhnya berbeda. Di sana, retailer online saling berseteru dengan brand untuk memasarkan platform masing-masing.

Bagi Alibaba, kesuksesan saat ini berarti membantu brand untuk menggunakan berbagai jalur. Dan, jumlah brand yang melakukan hal tersebut terus meningkat. Mereka menggunakan model New Retail dari Alibaba dan menghapuskan garis yang memisahkan pengalaman berbelanja online dengan offline.

Kunci dari model New Retail adalah telepon seluler yang menyediakan hubungan penting antara penjualan online dan offline bagi konsumen. Brand di Tiongkok memiliki keunggulan karena mereka tidak perlu meyakinkan para konsumen untuk mengatur unduh dan menggunakan aplikasi mereka. Itu karena mereka tahu bahwa ada 500 juta konsumen yang sudah memiliki aplikasi Tmall.

Sektor retail di Tiongkok juga tidak perlu dibingungkan dalam memilih antara mempertahankan bisnis yang sudah lama ada atau mencoba hal baru. Operasi retail fisik mereka tidak semaju dunia Barat.

“Tiongkok bergerak lebih cepat dari dunia Barat dalam evolusi ini. Hal itu dikarenakan retail model Barat dibangun di atas peninggalan lama. Dalam hal ini, model Tiongkok dapat mengganggu,” kata Frank Lavin, CEO dari ExportNow, perusahaan yang membantu brand Barat untuk berjualan di Tiongkok. “Tiongkok tidak terikat peninggalan mall dan toko-toko besar seperti di Barat. Tiongkok tidak memiliki retail model tradisional yang dapat dipertahankan.”

E-COMMERCE

 

APA ITU E-COMMERCE

 

Apa itu ecommerce? Electronic commerce atau ecommerce adalah segala aktivitas jual beli yang dilakukan melalui media elektronik. Meskipun sarananya meliputi televisi dan telepon, kini ecommerce lebih sering terjadi melalui internet.

Oleh karena pengertian tersebut, ada kesalahpahaman tentang ecommerce dan marketplace. Istilah ecommerce digunakan untuk mendeskripsikan semua transaksi yang memakai media elektronik.

Marketplace sendiri adalah salah satu model ecommerce, di mana ia berfungsi sebagai perantara antara penjual dan pembeli. Penjual yang berdagang di marketplace hanya perlu meladeni pembelian. Semua aktivitas lain seperti pengelolaan website sudah diurus oleh platform tersebut.  Situs-situs seperti Shopee dan Lazada adalah dua contoh marketplace.

Apa Saja Jenis Ecommerce?

Anda mungkin berpikir bahwa perdagangan online hanya terjadi antara penjual dan pembeli. Akan tetapi, ecommerce sebetulnya dibagi menjadi enam golongan, yaitu:

·         Business to business (B2B) — Jenis di mana sebuah perusahaan menjual produk atau jasa kepada perusahaan lainnya. Dalam model ecommerce ini, biasanya pembeli memesan barang dalam jumlah besar. Contohnya adalah sebuah perusahaan yang membeli perlengkapan kantor dari sebuah produsen.

·         Business to consumer (B2C) — Dalam jenis ecommerce ini, sebuah perusahaan menjual produk atau jasa kepada konsumen. Pada umumnya, pelanggan dalam ecommerce B2C hanya mengecer. Jika anda pernah membeli dari suatu toko online, aktivitas tersebut termasuk dalam golongan ini.

·         Consumer to consumer (C2C) — Pernah menjual barang bekas ke orang lain yang membutuhkannya melalui internet? Aktivitas tersebut termasuk dalam ecommerce jenis ini. Dengan kata lain, C2C adalah transaksi online antara dua individu.

·         Consumer to business (C2B) — Berkebalikan dengan B2C, ecommerce C2B adalah skenario di mana seseorang menjual produk atau layanan kepada sebuah perusahaan. Seorang graphic designer, misalnya, menawarkan dan menjual logo buatannya kepada sebuah bisnis makanan.

·         Business to public administration (B2A) — Model ecommerce ini mirip dengan B2B, tetapi pelakunya adalah bisnis dan lembaga pemerintah. Contoh B2A adalah jasa pembuatan website untuk sistem administrasi online.

·         Consumer to public administration (C2A) — Jenis ecommerce ini berjalan seperti C2B. Namun, transaksi dilakukan oleh individu dan lembaga pemerintah. Ecommerce dengan model C2A jarang ditemui di Indonesia. Jenis transaksi yang terjadi biasanya berbentuk jasa.

 

Contoh Ecommerce

Sebelumnya telah disebutkan bahwa terdapat enam golongan ecommerce. Di bawah ini Anda akan melihat beberapa contoh untuk masing-masing jenis. Namun, contoh ecommerce customer to public administration tidak ditampilkan dalam daftar ini karena jarang ada website atau marketplace yang menghubungkan antara pekerja freelance dengan lembaga pemerintah.

1.       Business to business (B2B)

1.       Electronic City — menjual perlengkapan elektronik kantor dan rumah tangga

2.       Ralali — di samping peralatan kantor dan rumah tangga juga menjual peralatan industri, restoran, dan pertanian

3.       Mbiz — sama seperti Ralali, tetapi juga menyediakan jasa seperti housekeeping dan perbaikan dinding

2.       Business to consumer (B2C)

1.       Lazada — menyediakan fashion, aksesoris, kosmetik, dan elektronik pribadi

2.       Blibli — seperti Lazada, namun juga menjual perabotan, perlengkapan anak, peralatan olahraga

3.       Shopee — sama seperti Blibli

3.       Consumer to consumer (C2C)

1.       OLX — menjual berbagai produk, mulai dari keperluan pribadi hingga kendaraan dan perlatan rumah tangga

2.       Tokopedia — seperti Shopee, tetapi pembeli juga dapat menemukan barang bekas di sini

3.       Kaskus — merupakan forum terbuka, namun tidak jarang digunakan pengguna untuk memasarkan barang bekas

4.       Consumer to business (C2B)

1.       Freelancer — website di mana pekerja freelance menawarkan keahlian pada bisnis yang membutuhkan

2.       Upwork — sama seperti Freelancer

3.       iStock — situs untuk bisnis yang membutuhkan foto, video, dan ilustrasi digital untuk penggunaan komersial

5.       Business to public administration (B2A)

1.       Qlue — menyediakan perangkat lunak untuk membantu kinerja perusahaan dan lembaga pemerintah, termasuk sistem administrasi kendaraan dan aplikasi analitik

2.       Accela — membantu pemerintah melakukan administrasi publik dengan konsep software as a service

 

Perkembangan Ecommerce di Indonesia

Industri ecommerce berkembang sangat pesat di Indonesia belakangan ini. Bahkan, negara kita berada di puncak 10 negara dengan pertumbuhan ecommerce tercepat di dunia.

Pada tahun 2018 sendiri, ecommerce di Indonesia memiliki pertumbuhan 78%. Dari angka pertumbuhan tersebut, 17,7% diantaranya merupakan transaksi pembelian tiket pesawat dan pemesanan hotel. Selain itu, pembelian pakaian dan alas kaki menyumbang 11,9% — sedangkan 10% berasal dari kosmetik dan produk kesehatan.

Dinilai dari statistik tersebut, memiliki sebuah situs ecommerce tentunya akan sangat menguntungkan, baik bagi Anda yang sudah memiliki bisnis maupun yang baru akan memulai. Apalagi, ecommerce menawarkan banyak manfaat. Ingin tahu apa saja? Simaklah bagian berikutnya.

Apa Manfaat Ecommerce?

Perkembangan industri ecommerce di Indonesia sangatlah pesat. Dengan banyaknya pelaku bisnis online, Anda tentunya bertanya-tanya, apa saja manfaat ecommerce? Berikut adalah beberapa kelebihan yang bisa Anda dapatkan:

·         Jangkauan yang luas — Sebagai pemilik toko konvensional, Anda hanya dapat menjangkau pembeli dari daerah yang sama. Lain halnya jika Anda memiliki sebuah website ecommerce. Dengan demikian, pembeli dari berbagai penjuru negeri dapat melakukan transaksi di toko Anda.

·         Tidak dibatasi oleh waktu — Toko di dunia nyata bisa beroperasi selama 24 jam setiap hari, tetapi biaya untuk mendukungnya pun akan sangat besar. Melalui internet, pembeli tetap dapat mengakses dan membeli dari toko walaupun Anda tertidur lelap.

·         Biaya yang lebih murah — Biaya operasional lapak online sangat rendah dibandingkan toko berbentuk bangunan. Setidaknya, Anda tidak perlu memikirkan gaji karyawan, sewa bangunan, serta ongkos listrik.

·         Tidak perlu stok barang sendiri — Dalam industri ecommerce, Anda bisa menjadi seorang dropshipper. Teknik pemasaran ini memungkinkan Anda berjualan tanpa memiliki stok barang. Ketika order datang, Anda tinggal meneruskannya kepada produsen barang yang diinginkan. Kemudahan mengelola transaksi dan pengiriman — Dengan memiliki toko online, Anda tidak perlu pusing memikirkan cara transaksi dan pengiriman barang. Kini sudah ada berbagai layanan pembayaran elektronik yang dilakukan melalui internet. Selain itu, barang kiriman dapat dilacak secara online.

·         Anda mampu mempelajari kebiasaan pelanggan — Menjalankan bisnis online tanpa memahami perilaku pelanggan akan menyia-nyiakan investasi Anda. Saat ini sudah banyak tool analytic yang dapat digunakan untuk mempelajari data toko online Anda, seperti Google Analytics.

·         Kerja dari manapun — Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, toko online dapat diakses kapanpun. Oleh karena itu, Anda pun dapat menjalankannya dari mana saja asal memiliki perangkat dan koneksi internet yang memadai.

 

Ingin Berjualan Online? Jangan Lupa Buat Website

Kini Anda dapat memulai bisnis ecommerce dengan mudah. Setidaknya ada tiga sarana yang bisa digunakan untuk berjualan secara daring, yaitu marketplace online (seperti Tokopedia dan Bukalapak), website sendiri, dan media sosial.

Marketplace dan media sosial tentunya adalah cara yang lebih gampang. Untuk memulai, Anda hanya perlu membuat akun dan mengatur lapak. Bahkan tidak ada biaya operasional yang perlu Anda keluarkan di awal.

Membangun kredibilitas

Sosial media atau marketplace memang merupakan etalase online yang mudah digunakan. Namun, tidak banyak cara yang bisa dilakukan untuk memperkenalkan diri Anda dalam kedua jenis platform tersebut. Kemungkinan besar, Anda hanya bisa membuat deskripsi pendek tentang produk atau jasa yang ditawarkan.

Lain halnya jika bisnis Anda memiliki sebuah situs tersendiri. Dengan website, Anda memiliki kebebasan dalam menentukan desain dan fitur toko online. Misalnya, Anda dapat membuat tampilan lapak yang lebih ringkas dan mudah dipahami oleh pembeli.

Selain itu, sebuah studi Verisign menunjukkan bahwa 84 persen konsumen setuju bahwa pedagang online yang memiliki website lebih dapat dipercaya daripada yang hanya berjualan di media sosial. Oleh karenanya, Anda perlu memiliki website untuk memasarkan brand Anda.

Meningkatkan pelayanan kepada pembeli

Marketplace dan media sosial memiliki fitur chat atau message yang bisa diakses kapan saja. Namun demikian, pengelolaan pesan masuk akan menjadi berantakan jika sudah ada banyak orang yang ingin berkomunikasi dengan Anda. Tentunya Anda tidak ingin lupa membalas sebuah pertanyaan dari calon pembeli.

Untuk menanggulangi problema tersebut, Anda perlu website yang memiliki fitur chat atau ticketing yang lebih mumpuni dan terorganisir.

Brand Anda lebih Mudah Ditemukan Melalui Mesin Pencarian

Penelitian yang dilakukan oleh GE Capital Retail Bank menunjukkan bahwa 81 persen orang riset produk dengan mesin pencarian sebelum melakukan pembelian. Selain itu, 60 persen pembeli mengunjungi situs ecommerce yang mereka temukan di mesin pencarian, sebelum akhirnya memutuskan untuk membeli.

Menilai dari fakta tersebut, tentunya berjualan melalui marketplace atau media sosial tidak menjanjikan publikasi brand yang cukup. Alih-alih menggunakan platform perantara, sebaiknya Anda berdagang secara mandiri dengan website ecommerce.

Banyak Kompetitor Memiliki Website

Kompetisi bisnis di internet sangatlah berat, terutama jika barang atau layanan yang Anda jual juga ditawarkan oleh banyak pihak lain.

Di saat Anda masih berdagang melalui marketplace, banyak kompetitor telah memperkuat brand mereka dengan situs toko online.

Ditambah lagi, Anda perlu mengingat bahwa calon pembeli kini menggunakan mesin pencarian untuk menemukan brand terpercaya. Sebelum persaingan semakin ketat, ada baiknya Anda mulai menggunakan website untuk memasarkan usaha.

Membuat Website itu Mudah dan Murah

Banyak orang beranggapan bahwa memulai sebuah website bukanlah hal yang gampang. Padahal, prosesnya tidak serumit yang dibayangkan. Sebelum membangun situs toko online pertama Anda, yang perlu dilakukan adalah membeli layanan hosting dan domain. Keduanya tidak memerlukan dana besar. Di Niagahoster, Anda bisa mendapatkan hosting mulai dari Rp 10.000 per bulan dan domain mulai dari Rp 14.000 per bulan.