A. Masalah Life-giving Principles:
- Corak Jawaban: a. Animistik: Menjelaskan fenomena kehidupan dengan atribusi kepada kekuatan-kekuatan supranatural atau roh. b. Teologis: Mengaitkan fenomena kehidupan dengan kehendak atau tujuan ilahi yang mengatur alam semesta. c. Rasional: Menerapkan pemikiran rasional dan penalaran logis untuk menjelaskan fenomena kehidupan.
- Orientasi Penjelasan: a. Naturalistik: Menggunakan pendekatan ilmiah dan penjelasan berdasarkan fenomena alam. b. Biologis: Menekankan faktor-faktor biologis dalam menjelaskan fenomena kehidupan. c. Matematis: Menerapkan prinsip-prinsip matematika dan model matematika untuk memahami fenomena kehidupan. d. Eklektik: Menggabungkan berbagai pendekatan dan teori dalam menjelaskan fenomena kehidupan. e. Humanistik: Menitikberatkan pada pengalaman dan persepsi subjektif manusia dalam menjelaskan fenomena kehidupan.
B. Psikologi dan Filsafat di Masa Pra-Socrates:
Pada masa pra-Socrates, terdapat pemikiran psikologis dan filsafat yang berkembang. Para filsuf Alam seperti Thales, Anaximander, dan lainnya berfokus pada eksplorasi alam semesta dan pencarian prinsip dasar (arche) yang mendasarinya. Mereka tidak secara langsung membahas psikologi manusia, namun konsep-konsep yang mereka kembangkan membuka jalan bagi pemikiran tentang jiwa, kesadaran, dan realitas manusia.
C. Psikologi dan Filsafat di Masa Aristoteles dan Sesudahnya:
Pada masa Aristoteles, filsafat dan psikologi menjadi lebih terintegrasi. Aristoteles membahas tentang jiwa, intelek, persepsi, dan etika dalam karyanya. Pemikiran Aristoteles memengaruhi perkembangan psikologi dan filsafat di masa selanjutnya. Selanjutnya, tokoh-tokoh seperti Rene Descartes dan Immanuel Kant memberikan kontribusi penting dalam psikologi dan filsafat, termasuk pemikiran tentang pikiran, kesadaran, dan metode ilmiah.
D. Kondisi Abad 20:
Pada abad ke-20, terjadi “perpisahan” antara filsafat dan psikologi, di mana keduanya mengembangkan paradigma dan metode yang berbeda. Filsafat cenderung fokus pada analisis konseptual dan masalah ontologis, sementara psikologi lebih berorientasi pada studi empiris dan eksperimental tentang perilaku dan proses mental manusia.
Namun, kecenderungan baru muncul dengan adanya upaya koeksistensi antara filsafat dan psikologi. Terdapat upaya untuk mengintegrasikan pendekatan filsafat dalam memahami fenomena psikologis, seperti filsafat pikiran, filsafat bahasa, dan etika kognitif. Di sisi lain, psikologi juga mencoba mempertimbangkan konsekuensi filosofis dari penemuan dan temuan empiris mereka.
Perkembangan ini membuka jalan bagi kolaborasi dan interdisipliner antara filsafat dan psikologi, dengan tujuan memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif dan holistik tentang manusia dan pengalaman manusia.