Kebijakan Dividen
Pengertian Dividen
Kebijakan dividen merupakan kebijakan yang bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan (earning) antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada pemegang saham sebagai dividen, atau untuk digunakan dalam perusahaan yang berarti pendapatan tersebut harus ditahan didalam perusahaan. Setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan tersebut disatu pihak dan juga dapat membayarkan dividen kepada para pemegang saham dilain pihak, tetapi kedua tujuan tersebut selalu bertentangan. Pengertian kebijakan dividen menurut Sartono (2001:281)
”Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa yang akan datang.”
Menurut Riyanto (2001: 265) :
”Kebijakan dividen adalah bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan (earning) antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada pemegang saham sebagai dividen atau digunakan didalam perusahaan, yang berarti pendapatan tersebut harus ditahan didalam perusahaan.”
Dengan demikian dapat dilihat ketika tingkat dividen yang dibayarkan tinggi, maka semakin sedikit laba yang dapat ditahan dan sebagai akibatnya ialah menghambat tingkat pertumbuhan (rate of growth) dalam pendapatan dan harga saham. Namun jika perusahaan ingin menahan sebagian besar dari pendapatan yang tersedia untuk pembayaran dividen adalah semakin kecil. Presentase dari pendapatan
yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cash dividend disebut
dividend payout ratio.
Kebijakan dividen yang diambil oleh manajer keuangan harus disesuaikan dengan keputusan yang diperoleh dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Sehingga tidak akan menimbulkan nilai dan sinyal negatif bagi investornya. Agar kedua kepentingan tersebut dapat terpenuhi, secara optimal manajemen perusahaan seharusnya memutuskan secara hati-hati dan teliti terhadap kebijakan dividen yang akan dipilih.
2.4.1 Teori Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen merupakan suatu kebijakan yang dilakukan perusahaan untuk menentukan seberapa besar pembagian laba perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham dan seberapa besar laba yang dihasilkan untuk mendanai kembali investasi dalam bentuk laba ditahan. Menurut Brigham & Houston (2001:6), teori kebijakan dividen berdasarkan preferensi investor ada tiga jenis, yaitu :
1. Teori Ketidakrelevanan Dividen
Pendukung utama teori ketidakrelevanan dividen (dividend irrelevan theory) ini adalah Merton Miller dan Franco Modigliani. Mereka berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba dan resiko bisnisnya. Dengan kata lain, mereka berpendapat bahwa suatu nilai perusahaan semata-mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya dan laba yang ditahan. Pernyataan MM ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang “lemah“ seperti:
a. Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional.
b. Tidak ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan saham baru.
c. Tidak ada pajak.
d. Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah.
Pada praktiknya :
a. Pasar modal yang sempurna sulit ditemui.
b. biaya emisi saham baru pasti ada.
c. pajak pasti ada.
d. kebijakan investasi perusahaan tidak mungkin tidak berubah.
Beberapa ahli menentang pendapatan MM tentang dividen adalah tidak relevan dengan menunjukkan bahwa adanya biaya emisi saham baru akan mempengaruhi nilai perusahaan. Modal sendiri dapat berasal dari laba ditahan dan menerbitkan saham biasa baru. Jika modal sendiri berasal dari laba ditahan, biaya modal sendiri sebesar Ks (Biaya modal sendiri dari laba ditahan). Tapi bila berasal dari saham biasa baru, biaya modal sendiri adalah Ke (biaya modal sendiri dari saham biasa baru).
1. Teori Bird-In-The-Hand
Teori ini menyatakan bahwa nilai perusahaan akan dimaksimalkan dengan menentukan rasio pembagian dividen yang tinggi. Teori ini dipopulerkan oleh Myron Gordon dan John Lintner. Mereka berpendapat bahwa tingkat pengembalian yang disyaratkan atas ekuitas akan turun apabila rasio pembagian dividen dinaikan, karena para investor kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan modal (capital gain) yang akan dihasilkan dari laba ditahan dibandingkan dengan seandainya mereka menerima dividen.
2. Teori Preferensi Pajak
Teori ini menyatakan ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor mungkin lebih menyukai pembagian dividen yang rendah daripada yang tinggi, yaitu :
a. Dividen yang tinggi akan membebani investor dengan pajak yang tinggi pula, sehingga para investor lebih baik menerima dividen yang rendah atau menanamkannya kembali sebagai modal.
b. Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, karena adanya efek nilai waktu.
c. Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang.
2.4.1 Jenis-Jenis Kebijakan Dividen
Dalam proses pembagian dividen, setiap perusahaan memiliki kebijakan masing-masing sesuai dengan kemampuan dari perusahaan itu sendiri. Menurut Riyanto (2001:268) jenis-jenis kebijakan dividen sebagai berikut :
1. Kebijakan dividen yang stabil
Merupakan jumlah dividen perusahaan yang dibagikan tetap setiap tahunnya selama jangka waktu tertetu meskipun pendapatan per lembar sahm per tahunnya berfluktuasi.
2. Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout yang konstan
Artinya jumlah dividen per lembar saham yang dibayarkan akan berfluktuasi sesuai dengan perkembangan keuntungan netto yang diperoleh setiap tahunnya.
3. Kebijakan dividen yang fleksibel
Artinya besarnya dividen per lembar saham disesuaikan setiap tahunnya dengan posisi dan kebijakan keuangan.
4. Kebijakan dividen yang meningkat
Dengan kebijakan ini, perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil.
5. Kebijakan pemberian dividen reguler yang rendah ditambah ekstra
Kebijakan pemberian dividen dengan cara ini, perusahaan menentukan jumlah pembayaran dividen per lembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungannya mencapai jumlah tertentu.
2.4.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Dalam menentukan seberapa besar perusahaan akan memberikan dividen kepada para pemegang saham, perusahaan harus memperhitungkan berbagai kondisi didalam perusahaan yang dapat mempengaruhi tingkat dividen yang diberikan. Menurut Sutrisno (2007:267) faktor –faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham antara lain adalah :
1. Posisi Solvabilitas Perusahaan
Apabila perusahaan dalam kondisi insolvensi atau solvabilitasnya kurang menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini disebabkan laba yang diperoleh lebih banyak digunakan untuk memperbaiki struktur modalnya.
2. Posisi Likuiditas Perusahaan
Kas dividen merupakan arus kas keluar bagi perusahaan, oleh karena itu bila perusahaan membayarkan dividen berarti harus bisa menyediakan uang kas yang cukup banyak dan ini akan menurunkan tingkat likuiditas perusahaan. Bagi perusahaan yang kondisi likuiditasnya kurang baik, biasanya nilai dividend payout ratio atas perusahaan tersebut kecil, sebab sebagian besar laba yang digunakan untuk menambah likuiditas. Namun perusahaan yang sudah mapan dengan likuiditas yang baik cenderung memberikan dividen lebih besar.
3. Kebutuhan untuk melunasi hutang
Salah satu sumber dana perusahaan adalah dari kreditor berupa hutang baik jangka pendek maupun hutang jangka panjang. Hutang-hutang ini harus segera dibayar pada saat jatuh tempo, dan untuk membayar hutang-hutang tersebut harus disediakan dana. Semakin banyak hutang yang harus dibayar semakin besar dana yang harus disediakan sehingga akan mengurangi jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham. Disamping itu dengan jatuh temponya hutang, berarti dana hutang tersebut harus diganti. Alternatif mengganti dana hutang bisa dengan mencari hutang baru atau meroll-over
hutang, dan juga bisa dengan sumber dana intern dengan cara memperbesar laba ditahan. Tentunya akan memperkecil dividend payout ratio.
4. Rencana Perluasan
Perusahaan yang berkembang ditandai dengan semakin pesatnya pertumbuhan perusahaan, dan hal ini bisa dilihat dari perluasan yang dilakukan oleh perusahaan. Semakin pesat pertumbuhan perusahaan akan semakin pesat pula perluasan yang dilakukan. Konsekuensinya semakin besar kebutuhan dana untuk membiayai perluasan tersebut. Kebutuhan dana dalam rangka ekspansi tersebut bisa dipenuhi baik dari hutang, menambah modal sendiri yang berasal dari pemilik, dan salah satunya juga bisa diperoleh dari internal resourcess berupa memperbesar laba yag ditahan. Dengan demikian semakin pesat perluasan yang dilakukan perusahaan semakin kecil dividend payout rationya.
5. Kesempatan Investasi
Kesempatan investasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya dividen yang akan dibagi. Semakin terbuka kesempatan investasi semakin kecil dividen yang dibayarkan sebab dananya digunakan untuk memperoleh kesempatan investasi. Namun bila kesempatan investasi kurang baik, maka dananya lebih banyak akan digunakan untuk membayar dividen.
6. Stabilitas Pendapatan
Bagi perusahaan yang pendapatannya stabil, dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham lebih besar dibanding dengan perusahaan yang pendapatannya kurang stabil. Perusahaan yang pendapatannya stabil tidak perlu menyediakan kas yang banyak untuk berjaga-jaga, sedangkan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil harus menyediakan uang kas yang cukup besar untuk berjaga-jaga.
7. Pengawasan terhadap Perusahaan
Terkadang pemilik tidak ingin kehilangan kendali terhadap perusahaan. Apabila perusahaan mencari sumber dana dari modal sendiri, kemungkinan akan masuk investor baru dan ini tentunya akan mengurangi kekuasaan pemilik lama dalam
mengendalikan perusahaan. Jika dibelanjai dari hutang resikonya cukup besar. Oleh karena itu perusahaan cenderung tidak membagi dividennya agar pengendalian tetap berada ditangannya.
2.4.3 Dividen
Dividen adalah distribusi yang bisa berbentuk kas, aktiva lain, surat atau bukti lain yang menyatakan utang perusahaan, dan saham kepada pemegang saham suatu perusahaan sebagai proporsi dari jumlah saham yang dimilki oleh pemilik. Pengertian dividen menurut Brealy dan Myers (2004:143) adalah :
” Periodic cash distribution from the firm to its shareholders.”
Artinya dividen adalah penyaluran kas secara berkala dari perusahaan kepada para pemegang saham.
Menurut Nogi (2003:20)
” Dividen adalah bagian dari laba bersih yang dibagikan kepada pemegang saham (pemilik modal sendiri).”
Pembagian dividen dipengaruhi oleh banyak variabel, sebagai contoh kebutuhan arus kas dan investasi peruahaan mungkin berubah-ubah dengan cepat sehingga untuk menentukan jumlah dividen tetap yang tinggi. Dilain pihak, perusahaan mungkin menginginkan pembayaran dividen yang tinggi untuk menyalurkan dana yang dibutuhkan dalam investasi. Dalam kasus seperti ini pimpinan perusahaan dapat menetapakan dividen yang tetap rendah sehingga paerusahaan akan dapat membayarkannya pada tahun-tahun dimana laba yang diperoleh perusahaan rendah atau pada tahun-tahun diperlukannya dan yang cukup besar untuk investasi.
Pada umumnya, kebanyakan perusahaan membayarkan dividen berupa kas, seperti yang dikatakan oleh Bearly dan Myers (2003:434) :
” Most companies pay a regular cash dividend each quarter.”
Artinya sebagian besar perusahaan membayar kas dividen secara regular setiap tiga bulan sekali.
Demikian juga yang dikemukakan oleh Narayaman (2004:115) :
” The commonest types of dividend are cash dividends paid regurally at quaterly or semianual inteval.”
Artinya bahwa jenis dividen yang paling umum adalah dividen kas yang dibayarkan secara regular dalam kuartal atau setiap semester.
Berdasarkan urian diatas, dapat disimpulkan bahwa dividen merupakan bagian dari laba bersih yang berasal dari aliran kas untuk dibagikan kepada para pemegang saham yang memberikan informasi tentang kinerja perusahaan saat ini dan akan datang.
Dalam pembayaran dividen, perusahaan dapat menggunakan bentuk-bentuk tertentu seperti dalam bentuk dividen tunai (cash dividend), dividen dalam bentuk aktiva yang lain (property dividend), dividen dalam bentuk surat utang (notes), ataupun dividen dalam bentuk saham (stock dividen). Adapun tujuan dari pembagian dividen menurut Sartono (2001:283) sebagai berikut :
1. Untuk memaksimumkan kemakmuran bagi para pemegang saham, karena tingginya dividen yang dibayarkan akan mempengaruhi harga saham.
2. Untuk menunjukan likuiditas perusahaan. Dengan dibayarkannya dividen, diharapkan kinerja perusahaan dimata investor bagus dan dapat diakui bahwa perusahaan mampu menghadapi gejolak ekonomi dan mampu memberikan hasil kepada investor.
3. Sebagai investor memandang bahwa risiko dividen adalah lebih rendah dibanding risiko capital gain.
4. Untuk memenuhi kebutuhan para pemegang saham akan pendapatan tetap yang digunakan untuk keperluan konsumsi.
5. Dividen dapat digunakan sebagai alat komunikasi antara manajer dan pemegang saham.
2.4.4 Dividend Payout Ratio
Dividend Payout Ratio adalah perbandingan antara dividen yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapat dan biasanya disajikan dalam bentuk presentase. Semakin tinggi Dividen Payout Ratio akan menguntungkan para investor tetapi dari pihak perusahaan akan memperlemah internal financial karena memperkecil laba ditahan, tetapi sebaliknya Dividen Payout Ratio semakin kecil akan merugikan para pemegang saham (investor) tetapi internal financial perusahaan semakin kuat.
Dividen Payout Ratio menurut Sartono (2001;73) adalah :
”Persentase laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen, atau rasio antara laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen dengan total laba yang tersedia bagi pemegang saham.”
Kemudia Ross, Westerfield, Jordan (2000:94) mengatakan bahwa Dividend Payout Ratio adalah :
” The amount of cash paid out to shareholders dividend by net income.” Artinya jumlah kas yang dikeluarkan kepada dividen pemegang saham dari pendapatan bersih.
Dari pengertian tersebut Dividend Payout Ratio dapat diformulasikan menjadi :
DividendPayoutRatio=
DPS EPS
Dimana : DPS = Dividend Per Share
EPS = Earning Per Share
2.5 Nilai Perusahaan
2.5.1 Pengertian Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Nilai perusahaan dapat diukur dari tinggi rendahnya harga saham dari perusahaan yang bersangkutan. Tinggi rendahnya harga saham banyak dipengaruhi oleh kondisi perusahaan itu sendiri. Apabila harga saham
perusahaan naik maka hal itu berarti nilai dari perusahaan itu tinggi begitu pun sebaliknya. Dengan meningkatnya nilai perusahaan, maka pemilik perusahaan menjadi lebih makmur sehingga mereka menjadi lebih senang dan akan loyal terhadap perusahaan tersebut.
Dalam jurnalnya Yulius dan Tarigan (2007) mengatakan bahwa terdapat beberapa konsep nilai yang menjelaskan nilai suatu perusahaan adalah :
1. Nilai Nominal
Nilai nominal adalah nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar perseroan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan, dan juga ditulis secara jelas dalam surat saham kolektif.
2. Nilai Pasar
Nilai pasar sering disebut kurs adalah harga yang terjadi dari proses tawar- menawar di pasar saham. Nilai ini hanya bisa ditentukan jika saham perusahaan dijual di pasar saham.
3. Nilai Intrinsik
Nilai intrinsik merupakan konsep yang paling abstrak, karena mengacu kepada perkiraan nilai riil suatu perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsik ini bukan sekedar harga dari sekumpulan asset, melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan keuntungan dikemudian hari.
4. Nilai Buku
Nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep akuntansi. Secara sederhana dihitung dengan membagi selisih antara total aktiva dan total utang dengan jumlah saham yang beredar.
5. Nilai Likuidasi
Nilai likuidasi adalah nilai jual seluruh asset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi. Nilai likuidasi dapat dihitung dengan cara yang sama dengan menghitung nilai buku, yaitu berdasarkan neraca performa yang disiapkan ketika suatu perusahaan akan dilikuidasi.
Dengan melihat harga saham dari suatu perusahaan para investor dapat menilai secara garis besar kondisi dari setiap perusahaan, karena harga saham mencerminkan nilai perusahaan itu sendiri. Apabila harga saham perusahaan itu naik maka dapat diartikan perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik, namun sebaliknya bila harga saham perusahaan itu turun maka dapat diartikan nilai dari perusahaan itu pun turun.
2.5.2 Harga Saham
Surat saham menurut harga saham yang sering disebut sebagai harga nominal. Harga nominal ini merupakan harga yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besarnya harga nominal ini biasanya tergantung pada keinginan emiten dalm rangka pencapaian tujuan perusahaan untuk memperoleh laba. Penentuan harga ini tentunya akan berbeda dengan perdana (primary price) dari suatu saham. Harga perdana adalah harga suatu saham sebelum dicatat (listed) di bursa efek. Harga perdana merupakan harga yang terjadi atas hasil negosiasi antara penjamin emisi (underwriter) dengan calon emiten. Jika suatu saham terjual dengan harga perdana yang lebih tinggi dari harga nominalnya, maka selisih harga saham tersebut disebut sebagi agio saham, hal tersebut diatas sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sunariyah (2004:127).
2.5.3 Jenis-Jenis Harga Saham
Harga dari suatu saham digambarkan dengan nilai pasar (value market). Dimana nilai pasar (value market) yaitu harga saham biasa yang terjadi di pasar modal atas dasar permintaan dan penawaran, seperti yang dinyatakan oleh Horne dan Wachowich (2005:543), bahwa :
“The market value per share is the current price at which the stock is traded.“
Artinya bahwa nilai pasar itu merupakan nilai yang sesungguhnya digunakan dalam transaksi perdagangan saham.
Menurut Sunariyah (2004:127), harga saham dapat dibedakan menjadi :
1. Harga Nominal
Harga nominal ini merupakan nilai yang ditetapkan oleh emiten untk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besarnya harga nominalnya biasanya tergantung keinginan emiten.
2. Harga Perdana
Harga perdana merupakan harga sebelum harga saham dicatat di bursa (harga yang ditawarkan kepada para investornya). Besarnya harga perdana tergantung pada persetujuan antara emisi dan penjamin emisi.
3. Harga Pasar
Harag pasar merupakan harga jual antara investor yang satu dengan investor yang lain setelah saham dicatat di bursa. Transaksi ini melibatkan emiten dan penjamin emisi. Harga pasar memiliki ketergantungan pada kekuatan permintaan dan penawaran di pasr sekunder.
2.5.4 Metode Penilaian Harga Saham
Dalam melakukan analisis penilaian saham, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan investor, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Pada dasarnya kedua metode analisis tersebut hampir sama yaitu dalam melakukan taksiran harga di masa yang akan datang dengan menggunakan data masa lalu. Perbedaan kedua analisis tersebut adalah jika analisis fundamental menggunakan data faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham, sedangkan analisis teknikal menggunakan data harga saham masa lalu untuk memperkirakan harga saham di masa yang akan datang. Menurut Husnan (2001:315) pengertian analisis fundamental adalah :
”Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan (i) mengestimasi faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang, dan (ii) menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham.”
Kemudian pengertian analisis teknikal menurut Husnan (2001:349) adalah : ”Analisis teknikal merupakan upaya untuk memperkirakan harga saham (kondisi Pasar) dengan mengamati perubahan saham tersebut di waktu lalu.”
Analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis fundamental. Alasan digunakannya analisis fundamental adalah bahwa saham mewakili nilai perusahaan, tidak hanya nilai intristik suatu saat tapi juga harapan akan kemampuan perusahaan dalam meningkatkan nilai perusahaan di kemudian hari.
Salah satu langkah dalam melakukan analisis fundamental adalah dengan melakukan analisis perusahaan yang dilihat dalam laporan keuangan, untuk dapat memperkirakan kemampuan perusahaan dan laba yang didapat. Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan merupakan faktor yang penting dalam menilai suatu saham perusahaan.
Dengan melihat harga saham dari suatu perusahaan para investor dapat menilai secara garis besar kondisi dari setiap perusahaan, karena harga saham mencerminkan nilai perusahaan itu sendiri. Apabila harga saham perusahaan itu naik maka dapat diartikan perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik, namun sebaliknya bila harga saham perusahaan itu turun maka dapat diartikan nilai dari perusahaan itu pun turun.
2.6 Hubungan Keputusan Investasi, Struktur Modal dan Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan.
2.6.1 Hubungan Keputusan Investasi dengan Struktur Modal.
Dalam menentukan pengambilan keputusan modal yang akan digunakan, akan dapat memberikan pengaruh baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif bagi perusahaan. Oleh karena itu, dalam mengambil keputusan dibutuhkan penentuan komposisi struktur modal yang ideal bagi perusahaan. Struktur modal merupakan
salah satu bagian penting dalam pengambilan keputusan financial karena berhubungan dengan variable keputusan financial lainnya.
Salah satu keputusan penting yang dihadapi oleh manajer keuangan dalam kaitannya dengan kelangsungan operasi perusahaan adalah keputusan pendanaan di dalam berinvestasi, yaitu suatu keputusan keuangan yang berkaitan dengan komposisi hutang yang harus digunakan oleh perusahaan. Manajer harus mampu menghimpun dana, baik yang bersumber dari dalam perusahaan maupun luar perusahaan secara efisien, dalam arti keputusan pendanaan tersebut merupakan keputusan pendanaan yang mampu meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan (Saidi, 2004). Dalam penelitan Haruman (2008) DER berpengaruh negatif terhadap keputusan investasi.
2.6.2 Hubungan Keputusan Investasi dengan Kebijakan Deviden.
Peningkatan investasi akan berdampak pada besarnya dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham. Tingginya investasi perusahaan akan menurunkan jumlah cash dividend yang dapat diberikan. Dividen merupakan bagian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham. Pembagian dividen sebagian besar dipengaruhi perilaku investor yang lebih memilih dividen tinggi yang mengakibatkan retained earning menjadi rendah. Investor beranggapan bahwa dividen yang diterima saat ini lebih berharga dibandingkan capital gain yang diperoleh dikemudian hari (Blume,1980).
Dalam kondisi informasi yang tidak seimbang (Assymmetric Information) para manajer dapat menggunakan strategi dalam kebijakan dividen untuk menangkal isu-isu yang tidak diharapkan oleh perusahaan di masa yang akan datang. Hal ini sejalan dengan pendapat Rozeff (1982) bahwa dividen nampaknya memiliki atau mengandung informasi (Informaional content of dividend) atau sebagai syarat akan prospek suatu perusahaan.
2.6.3 Hubungan Struktur Modal dengan Kebijakan Dividen.
Indikator dari struktur modal adalah Debt to Equity Ratio (DER) karena dilihat dari kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya, seberapa besar modal sendiri digunakan untuk membayar utangnya. Oleh karena itu semakin rendah tingkat DER maka akan semakin baik perusahaan dalam memenuhi semua kewajibannya melalui modal sendiri. Namun apabila struktur modal didominasi oleh utang maka akan semakin besar pula kewajiban yang akan ditanggung oleh perusahaan. Peningkatan tingkat utang akan mempengaruhi terhadap laba bersih perusahaan yang juga akan berdampak terhadap pembagian laba kepada para pemegang saham. Semakin tinggi tingkat utang, maka akan semakin sedikit tingkat laba yang akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen, sehingga DER mempunyai hubungan negatif dengan dividen payout ratio, Sutrisno (2001:1).
Penelitian terdahulu yang berhasil menemukan bukti bahwa terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara kebijakan hutang dan kebijakan dividen antara lain Ismiyanti dan Hanafi (2003) dan Jensen (1992) dalam Wahidahwati (2002). Sedangkan peneliti yang berhasil menemukan bukti bahwa pengaruh antara kebijakan hutang dan kebijakan dividen adalah positif dan signifikan adalah Dwijayanti (2009).
2.6.4 Hubungan Keputusan Investasi dengan Nilai Perusahaan
Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana kedalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat mendatangkan keuntungan dimasa yang akan datang. Bentuk, macam, dan komposisi dari investasi tersebut akan mempengaruhi dan menunjang tingkat keuntungan dimasa depan. Keuntungan dimasa depan yang diharapkan dari investasi tersebut tidak dapat diperkirakan secara pasti. Oleh karena itu investasi akan mengandung risiko atau ketidakpastian. Risiko dan hasil yang diharapkan akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan, kebijakan maupun nilai perusahaan.
Menurut Haruman (2008) mengatakan bahwa variabel keputusan investasi (TA Growth) berpengaruh terhadap nilai perusahaan dengan arah yang positif. Kenaikan investasi akan meningkatkan nilai perusahaan. Apabila tingkat investasi di sebuah perusahaan tinggi, maka akan meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan tersebut karena pertumbuhan investasi tersebut dapat dipersepsikan sebagai good news bagi investor. Selain itu, peningkatan investasi ini akan dianggap sebagai pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang dan penentu nilai perusahaan. Hal ini berarti bahwa tujuan perusahaan hanya akan dihasilkan melalui kegiatan investasi perusahaan.
2.6.5 Hubungan antara Struktur Modal dengan Nilai Perusahaan
Menurut Haruman (2008) dalam jurnalnya, salah satu keputusan penting yang harus dilakukan manajer (keuangan) dalam kaitannya dengan kelangsungan operasi perusahaan adalah keputusan pendanaan atau keputusan struktur modal. Struktur modal perusahaan merupakan komposisi pendanaan yang diambil perusahaan yang menunjukkan komposisi modal internal dan eksternal. Pendanaan yang diambil perusahaan ini dapat mempengaruhi nilai perusahaan.
Modigliani dan Miller (1963), menemukan bahwa dengan adanya manfaat pajak (tax benefit of debt), terdapat hubungan yang positif antara hutang dengan nilai perusahaan.
Myers (2004) dalam teori pecking order menyatakan bahwa permasalahan utama keputusan struktur modal perusahaan adalah informasi yang tidak simetris (assymetric information) diantara manajer dan investor mengenai kondisi internal perusahaan, serta argumentasi bahwa manajer berpihak pada pemegang saham lama. Kedua permasalahan tersebut menyebabkan perusahaan memiliki hirarki pendanaan yang dimulai dari arus kas internal, hutang, kemudian saham.
Apabila kas internal tidak mencukupi untuk melakukan investasi maka hutang menjadi salah satu alternatif. Namun kebijakan hutang merupakan faktor penting yang harus dikelola dengan baik dalam struktur modal yang diberlakukan
perusahaan. Hutang bisa digunakan untuk mendanai investasi perusahaan, tetapi apabila hutang terlalu besar juga tidak baik bagi perusahaan
Perusahaan yang memiliki tingkat hutang yang terlalu tinggi, lebih rentan terkena risiko financial distress. Dalam kondisi ini, perusahaan akan kehilangan peluang investasi karena sebagian besar aset yang dimiliki akan digunakan untuk membayar hutang. Setiap perusahaan memiliki tingkat hutang yang berbeda-beda tergantung jenis industrinya. Perusahaan meningkatkan jumlah hutangnya ketika memiliki proporsi aset berwujud yang lebih tinggi, ukurannya yang lebih besar atau keuntungannya yang lebih rendah (Adrianto dan Wibowo, 2007).
Apabila pendanaan didanai melalui hutang, maka akan terjadi efek tax deductible. Artinya, perusahaan yang memiliki hutang akan membayar bunga pinjaman yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak, yang dapat memberi manfaat bagi pemegang saham. Pengurangan pajak ini akan menambah laba perusahaan dan dana tersebut dapat dipakai untuk investasi perusahaan di masa yang akan datang ataupun untuk membagikan dividen kepada para pemegang saham. Apabila hal tersebut dapat dilakukan oleh perusahaan, maka penilaian investor terhadap perusahaan akan meningkat. Sehingga pendanaan memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan.
2.6.6 Hubungan antara Kebijakan Dividen dengan Nilai Perusahaan
Dalam kaitannya dengan nilai perusahaan, kebijakan dividen merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Apabila perusahaan dapat menentukan kebijakan dividen dengan tepat yaitu dapat menentukan seberapa besar keuntungan yang diperoleh untuk dibagikan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham maka hal tersebut akan berdampak kepada meningkatnya nilai perusahaan yang dapat dilihat dari harga saham. Kebijkan dividen itu sendiri adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang (Sartono, 2001:281).
Menurut Werner (2008) bahwa perusahaan yang membagikan dividen, memberikan tanda pada pasar bahwa perusahaan tersebut memiliki prospek ke depan yang cerah dan mampu untuk mempertahankan tingkat kebijakan dividen yang telah ditetapkan pada periode sebelumnya. Perusahaan dengan prospek ke depan yang cerah, akan memiliki harga saham yang semakin tinggi. Temuan penelitiannya menunjukkan dukungan pada teori Signaling, dimana kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap harga saham.
Pengertian Struktur Modal
Struktur modal merupakan masalah yang sangat penting dalam pengambilan keputusan mengenai pembelanjaan perusahaan, karena harus memaksimalkan profit bagi keputusan modal sendiri dan keuntungan yang diperoleh harus lebih besar daripada biaya modal sebagai akibat penggunaan struktur modal tersebut. Struktur modal merupakan struktur finansial yang terdiri atas hutang dan modal sendiri.
Menurut Martono & Harjito (2007 : 240) struktur modal adalah :
” Perbandingan atau imbangan pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri.”
Menurut Darsono (2006 : 153) struktur modal adalah :
”Jumlah permanen perusahaan yang tersumber dari hutang jangka panjang dan modal sendiri.”
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa konsep struktur modal merupakan suatu konsep permodalan suatu perusahaan yang menjelaskan besaran modal yang digunakan perusahaan baik modal sendiri ataupun modal pinjaman atau hutang. Apabila struktur modal perusahaan didominasi oleh modal sendiri dari pada hutangnya, maka perusahaan tersebut tidak terlalu tergantung dengan pihak luar perusahaan.
Tetapi jika kebutuhan modalnya semakin besar karena pertumbuhan perusahaan sedangkan modal sendirinya terbatas, perusahaan dapat menggunakan modal asing yang berasal dari luar perusahaan. Penggunaan dari masing-masing jenis modal tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap laba yang dihasilkan oleh perusahaan.
Penggunaan modal sendiri yang kompensasinya berupa pembayaran dividen diambil dari keuntungan setelah pajak, sehingga tidak mengurangi pembayaran pajak. Sedangkan penggunaan modal asing akan menurunkan keuntungan perusahaan sebab harus membayar bunga di mana bunga sebagai pengurang laba. Selain itu, bunga juga dapat dimanfaatkan sebagai pengurang pajak yang harus ditanggung oleh perusahaan.
2.6.7 Teori Struktur Modal
Struktur modal merupakan suatu istilah didalam manajemen keuangan yang menyatakan proporsi dana perusahaan yang digunakan untuk mendanai operasional perusahaan. Menurut Martono & Harjito (2007:240) Struktur modal yang optimal dapat diartikan sebagai struktur modal yang dapat meminimalkan biaya penggunaan modal keseluruhan atau biaya modal rata- rata (ko), sehingga akan memaksimalkan nilai perusahaan.
Teori struktur modal yang dikembangkan beberapa ahli, terutama digunakan untuk mengetahui apakah perusahaan bisa meningkatkan kemakmuran pemegang saham melalui perubahan struktur modal. Secara teoritis struktur modal yang optimum dapat dijelaskan baik dengan perimbangan antara manfaat pajak dan biaya kebangkrutan atau dengan perimbangan antara biaya keagenan dan ekuitas. Faktor lain yang dapat mempengaruhi pilihan hutang-ekuitas adalah perubahan dalam komposisi hutang jangka panjang dan ekuitas yang dapat ditafsirkan sebagai tanda oleh pihak luar di pasaran. Menurut Sutrisno (2001; 291), untuk mempermudah pembahasan teori struktur modal, digunakan beberapa asumsi yang kemungkinan besar tidak dijumpai dalam kenyataan. Asumsi-asumsi tersebut adalah:
1. Keuntungan yang diperoleh perusahaan dianggap konstan, artinya perusahaan tidak mengadakan perubahan terhadapinvestasinya
2. Seluruh keuntungan yang diperoleh merupakan hak pemegang saham, sehingga akan dibagikan semuanya kepada para pemegang saham
3. Perusahaan dapat mengubah struktur modalnya secara langsung, misalnya mengubah obligasi menjadi saham, sebaliknya saham menjadi obligasi dengan mudah dan tidak ada biaya transaksi.
Mengenai konsep penilaian perusahaan dalam hubungannya dengan struktur modal ada 4 pendekatan. Pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh Horne dan Wachowicz (2005:234) sebagai berikut:
1. Pendekatan Laba Bersih (Net Income Approach)
Menurut pendekatan laba bersih, biaya modal pinjaman dan biaya modal sendiri tidak dipengaruhi oleh struktur modal, tetapi biaya modal keseluruhan dapat diturunkan dengan jalan meningkatkan leverage sehingga nilai perusahaan dapat ditingkatkan.
2. Pendekatan Laba Operasi Bersih (Net Operating Income Approach)
Pendekatan Net Operating Income (NOI), jika struktur modal berubah, biaya modal pinjaman tetap, akan tetapi biaya modal sendiri akan naik. Kenaikan modal pinjaman yang biayanya murah diimbangi dengan kenaikan biaya modal sendiri, sehingga biaya modal sendiri tidak berubah pada semua tingkat leverage.
3. Pendekatan Tradisional (Traditional Approach)
Pendekatan tradisional ini berpendapat bahwa biaya modal sendiri akan meningkat pada kenaikan leverage, disamping itu biaya pinjaman juga dapat meningkat bila melebihi tingkat tertentu. Oleh karena itu akan terdapat suatu titik dimana biaya modal keseluruhan merupakan titik terendah dan itu akan mencerminkan struktur modal yang optimal.
4. Pendekatan Modigliani Miller (Modigliani Miller Approach)
Pendekatan Modigliani Miller (MM) menyatakan bahwa nilai perusahaan adalah tidak bergantung atau tidak dipengaruhi struktur modal. Pendapat MM didasarkan pada ide bahwa tidak menjadi masalah bagaimana perusahaan membagi struktur modalnya diantara hutang, saham preferen, dan saham biasa. Pernyataan tersebut didukung dengan adanya proses arbitrase. Melalui proses abritrase akan membuat harga saham atau nilai perusahaan baik yang tidak menggunakan hutang atau yang menggunakan hutang, akhirnya sama.
Menurut Bayless dan Diltz (1994) sebagaimana dikutip oleh Waluyo (Jurnal Widya Manajemen & Akuntansi Volume 5 No. 3, Desember 2005, p.263) menjelaskan dua teori lagi mengenai struktur modal yaitu:
1. Static Trade Off Theory
Dalam static trade off theory, struktur modal optimal terjadi karena proses trade off antara manfaat penghematan pajak (tax shield of leverage) dengan biaya penggunaan hutang (cost of financial distress and agency cost of leverage). Dalam static trade off theory terdapat dua implikasi penting yaitu perusahaan dengan risiko bisnis tinggi lebih baik menggunakan sedikit hutang. Hal ini akan memperbesar biaya bunga serta menurunkan laba, sehingga perusahaan mengalami financial distress.
Static trade off theory mengemukakan bahwa hutang mempunyai dua sisi, yaitu sisi negatif dan sisi positif. Sisi positif dari hutang bahwa pembayaran bunga akan mengurangi pendapatan kena pajak. Penghematan pajak ini akan meningkatkan nilai pasar perusahaan. Hutang menguntungkan perusahaan karena adanya perbedaan perlakuan pajak terhadap bunga dan dividen. Hutang menguntungkan perusahaan karena pembayaran bunga diperhitungkan sebagai biaya dan mengurangi penghasilan kena pajak, sehingga jumlah pajak yang dibayar perusahaan berkurang. Sebaliknya, pembagian dividen kepada pemegang saham perusahaan tidak mengurangi pembayaran pajak perusahaan. Jadi, dari sisi pajak akan lebih menguntungkan jika perusahaan membiayai investasi dengan hutang karena adanya pengurangan pajak. Menurut teori ini, semakin besar laba (EBIT) yang dihasilkan oleh perusahaan, semakin besar pula tingkat hutangnya agar pajak yang dibayar berkurang. Namun demikian, besarnya hutang ini dibatasi oleh biaya-biaya kepailitan (bankruptcy cost) dan biaya-biaya tekanan keuangan yang timbul menjelang perusahaan bangkrut (cost of financial distress).
2. Pecking Order Theory
Keputusan pendanaan berdasarkan pecking order theory terhadap perilaku pendanaan perusahaan sebagai berikut :
a. Perusahaan lebih menyukai pendanaan dari sumber internal.
b. Perusahaan menyesuaikan target pembayaran dividen terhadap peluang investasi.
c. Kebijakan dividen bersifat sticky, fluktuasi profitabilitas dan peluang investasi berdampak pada aliran kas internal bisa lebih besar atau lebih kecil dari pengeluaran investasi.
d. Bila dana eksternal dibutuhkan, perusahaan memilih sumber dana dari hutang karena dipandang lebih aman dari ekuitas. Ekuitas adalah pilihan terakhir dari pecking order theory sebagai sumber untuk memenuhi kebutuhan investasi.
Menurut Myers (1984) terdapat inconsistency antara static trade off theory dan pecking order theory. Konsep pecking order theory membedakan ekuitas yang diperoleh dari laba ditahan dan penerbitan saham baru karena urutan atau prioritas sumber pendanaan menempatkan laba ditahan dan penerbitan saham baru karena urutan atau prioritas sumber pendanaan menempatkan laba ditahan pada posisi paling atas, sedangkan penerbitan saham baru berada pada urutan paling bawah. Static trade off theory tidak membedakan urutan pemilihan sumber pendanaan, oleh karena itu ekuitas tidak dibedakan diperoleh dari laba ditahan atau dari penerbitan saham baru, atau merupakan kombinasi dari keduanya. Myers, mengkritik asumsi yang dipakai static trade off theory, bahwa pelaku pasar memiliki informasi serta ekspektasi yang sama dengan pihak manajemen, dalam prakteknya antar pelaku pasar terjadi asymmetric information, sehingga diperlukan keputusan berjenjang ketika memilih sumber dana.
Mengacu pecking order theory, perusahaan lebih memilih menggunakan dana internal sebagai alternatif awal untuk memenuhi kebutuhan investasi, hal ini untuk mereduksi masalah dan biaya yang menyertai pendanaan eksternal, yaitu adanya berbagai perjanjian dengan kreditor yang dapat membatasi keputusan pendanaan perusahaan di masa mendatang, serta adanya kecenderungan harga saham turun ketika perusahaan melakukan emisi saham baru.
Alternatif kedua yang dipilih sebagai sumber pendanaan adalah hutang, meski terdapat beberapa kekurangan dan mengandung risiko tinggi, namun dianggap memiliki biaya relatif daripada emisi saham baru. Hutang mendorong manajer untuk lebih disiplin dalam berinvestasi secara tepat, hal ini memberikan tekanan untuk
terus melakukan perbaikan dalam mewujudkan efisiensi operasional perusahaan (Brealy dan Myers, 2000:528). Tindakan ini didorong adanya tekanan psikologis bahwa perusahaan berkewajiban untuk membayar hutang dan bunga secara tepat waktu jika tidak ingin perusahaannya dikenai sanksi atau dinyatakan bangkrut.
Manfaat penggunaan ekuitas adalah kondisi perusahaan menjadi lebih sehat, sehingga di masa mendatang ada kemungkinan biaya yang dikeluarkan perusahaan atas emisi saham baru, menjadi lebih murah daripada menggunakan sumber dana yang lain. Bila terdapat asymmetric information antara pihak manajemen dengan pelaku pasar, perusahaan hanya menerbitkan saham baru, jika perusahaan merasa memiliki peluang investasi yang sangat menguntungkan serta tidak dapat ditunda, sementara sumber dana lain sudah tidak mencukupi atau jika manajemen merasa yakin harga saham baru tersebut overvalue.
2.6.8 Mengukur Sumber Modal Perusahaan/ Debt to Equity Ratio (DER)
Sebelum memutuskan investasi ke dalam suatu perusahaan, seorang investor biasanya memiliki beberapa pertimabangan. Salah satu bahan pertimbangannya adalah dengan melihat tingkar DER dari suatu perusahaan. Debt to Equity Ratio (DER) merupakan salah satu rasio pengelolaan modal yang mencerminkan kemampuan perusahaan untuk membiayai usaha dengan pinjaman yang disediakan oleh pemegang saham. Seperti yang diungkapkan oleh Martono dan Harjito (2007:59):
“Debt to Equity Ratio adalah perbandingan total hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri (ekuitas)”.
DER menunjukan perbandingan dana yang disediakan pemilik atau manajemen perusahaan yang berasal dari kreditur perusahaan. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya:
1. Para kreditur akan melihat modal sendiri perusahaan atau dana yang disediakan pemilik untuk menentukan besarnya margin pengaman.
2. Dengan mencari dana yang berasal dari hutang pemilik memperoleh manfaat mempertahankan kendali perusahaan dengan investasi terbatas.
3. Jika perusahaan memperoleh hasil yang lebih besar daripada dana yang dipinjam, maka hasil pengembalian untuk para pemilik akan meningkat.
Menurut Sawir (2003:13), rasio ini dapat dicari dengan menggunakan rumus :
Debt to Equity Ratio (DER) =
Total Debt Total Equity
100 %
Rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal. Apabila perusahaan menetapkan bahwa pelunasan hutangnya akan diambil dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut. Sehingga hanya sebagian kecil saja dari pendapatan yang dibayarkan oleh dividen.
Para pemberi pinjaman menginginkan rasio ini semakin rendah. Semakin rendah rasio ini, semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham dan semakin besar batas pengaman pemberi pinjaman jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian.
Hal ini seperti yang dikatakan oleh Gibson (2005 : 330), yaitu :
”The debt to equity ratio also helps determine how well creditors protected in case of insolvency of the company.”
Artinya DER juga membantu investor untuk bagaimana menentukan perlindungan dalam kasus dalam keadaan bangkrut dari suatu perusahaan, berarti bagi investor, semakin tinggi rasio ini, maka semakin tinggi risiko yang akan dihadapi. Bagi investor yang tidak suka untuk mengambil risiko, maka mereka akan menghindari untuk menanamkan modalnya pada perusahaan yang memiliki DER yang tinggi. Hal ini akan berpengaruh pada harga saham perusahaan tersebut.
2.6.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
Pemilihan bentuk sumber pembiayaan sangat berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan. Di samping itu, baik-buruknya struktur modal akan mempunyai pengaruh yang berakibat langsung terhadap posisi keuangan perusahaan. Oleh karena itu, sebelum suatu perusahaan membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan struktur modal maka akan terlebih dahulu perlu dianalisis hal-hal yang berpengaruh terhadap struktur modal itu sendiri.
Menurut Sartono (2005:248) faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal antara lain :
1. Stabilitas Penjualan
Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat menggunakan hutang yang lebih besar daripada perusahaan dengan penjualan yang tidak stabil. Perusahaan jasa umumnya memiliki penjualan yang relatif stabil sehingga dapat menggunakan leverage yang lebih besar dari pada perusahaan manufaktur.
2. Struktur aktiva
Perusahaan yang sebagian besar aktivanya berupa biaya tetap biasanya akan memenuhi kebutuhan dananya dengan hutang jangka panjang. Sebaliknya, perusahaan yang sebagian besar aktivanya berupa aktiva lancar biasanya akan memenuhi kebutuhan dana dengan hutang jangka pendek. Perusahaan dengan struktur aktiva yang fleksibel cenderung menggunakan leverage lebih besar dari pada perusahaan yang struktur aktivanya tidak fleksibel.
3. Leverage Operasi
Perusahaan dengan leverage operasi yang lebih kecil lebih mampu untuk memperbesar leverage keuntungan, karena interaksi leverage operasi dan keuanganlah yang mempengaruhi penurunan penjualan terhadap laba operasi.
4. Tingkat Pertumbuhan
Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung lebih banyak menggunakan sumber dana dari luar (misalnya obligasi) daripada perusahaan yang lambat pertumbuhannya. Alasan menggunakan obligasi karena
biaya emisi saham biasanya lebih mahal jika dibandingkan dengan biaya pengeluaran obligasi.
5. Profitabilitas
Perusahaan yang memiliki rasio profitabilitas yang tinggi (tingkat pengembalian investasi yang tinggi) umunya menggunakan hutang dalam jumlah yang relatif sedikit. Tingkat pengembalian investasi yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk menyediakan dana yang cukup melalui laba ditahan.
6. Pajak
Bunga yang dibayarkan kepada kreditur merupakan pengurang pajak sebagai akibat dari penggunaan hutang. Oleh karena itu, semakin tinggi pajak perusahaan, semakin besar perusahaan menggunakan leverage.
7. Pengendalian
Pemilik perusahaan yang tidak ingin kehilangan kendali atas perusahaan mungkin akan memilih menggunakan hutang. Apabila perusahaan menerbitkan saham baru maka proporsi kepemilikan pemegang saham yang lama akan berkurang, kecuali pemilik dapat membeli saham baru tersebut dengan proporsi yang sama. Masalahnya adalah kemungkinan pemegang saham lama memang tidak mempunyai uang yang cukup, padahal perusahaan memerlukan tambahan dana.
8. Sikap manajemen akan berpengaruh dalam pengambilan keputusan mengenai cara pemenuhan kebutuhan dana. Manajemen yang menyukai risiko cenderung menggunakan hutang yang lebih besar. Sebaliknya, manajemen yang menghindari risiko cenderung menggunakan hutang yang relatif sedikit.
9. Sikap pemberi pinjaman dan perusahaan penilai kredibilitas
Pada umumnya perusahaan akan membicarakan struktur permodalannya dengan kreditur dan selalu memperhatikan pendapat mereka. Manajemen berusaha mendapatkan hutang yang melebihi norma-norma untuk sektor usahanya, tetapi kreditur akan enggan memenuhi permintaannya atau mungkin akan dipenuhi dengan suku bunga yang tinggi. Semakin baik persepsi para kreditur akan enggan memenuhi permintaannya atau mungkin akan dipenuhi dengan suku bunga yang tinggi. Semakin baik persepsi para kreditur terhadap perusahaan, semakin mudah perusahaan mendapatkan hutang.