Search for Knowledge
“A mistake is a signal that it is time to learn something new, something you didn’t know before.”

Masalah Dualisme Pembangunan

Konsep Dualisme

Dualisme merupakan suatu konsep yang sering dibicarakan dalam ekonomi pembangunan terutama kalau kita membicarakan kondisi sosial-ekonomi NSB. Konsep ini menunjukkan adanya perbedaan antara bangsa-bangsa kaya dan miskin, dan perbedaan antara berbagai golongan masyarakat yang terus meningkat. Konsep dualisme mempunyai 4 unsur pokok yaitu :

  1. Dua keadaan yang berbeda di mana sebagian bersifat “superior” dan lainnya bersifat “inferior” yang bisa hidup berdampingan pada ruang dan waktu yang sama. Misalnya hidup berdampingannya antara metoda produksi moderen dan tradisional pada sektor perkotaan dan pedesaan, antara orang kaya berpendidikan tinggi dengan orang miskin yang tidak berpendidikan sama sekali, antara negara-negara industri yang kuat dan kaya dengan negara-negara lemah. Semua itu merupakan penjelmaan dari keadaan yang dualistis.
  2. Kenyataan hidup berdampingan itu bersifat kronis dan bukan transisional. Keadaan tersebut bukan fenomena yang sementara, yang karena waktu, perbedaan antara keadaan yang superior dengan inferior itu akan hilang dengan sendirinya. Dengan kata lain, hidup berdampingannya antara kemakmuran dan kemiskinan secara internasional bukanlah suatu fenomena yang sederhana yang bisa hilang karena proses waktu semata.
  3. Derajat superioritas atau inferioritas itu tidak menunjukkan kecenderungan yang menurun, bahkan terus meningkat. Misalnya, perbedaan produktivitas antara industri-industri di negara maju dengan di NSB tampak semakin jauh dari tahun ke tahun.
  4. Keterkaitan antara unsur superior dan unsur inferior tersebut menunjukkan bahwa keberadaan unsur superior tersebut hanya berpengaruh kecil sekali atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali dalam mengangkat derajat unsur inferior. Bahkan kenyataannya, unsur yang superior tersebut sering kali justru menyebabkan timbulnya kondisi keterbelakangan (underdevelopment).

Berdasarkan konsep-konsep di atas, maka dualisme dapat dibedakan dalam beberapa macam yaitu :

  1. dualisme sosial,
  2. dualisme teknologi,
  3. dualisme finansial, dan
  4. dualisme regional.

Masing-masing macam dualisme tersebut dijelaskan di bawah ini.


DUALISME SOSIAL

Dualisme sosial merupakan temuan penelitian dari seorang ekonom Belanda, J. H. Boeke. tentang sebab-sebab kegagalan dari kebijaksanaan (ekonomi) kolonial Belanda di Indonesia. Kegagalan kebijaksanaan ekonomi liberal yang diterapkan Belanda pada tahun 1870 dalam upaya untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia, terutama di Jawa, menjadikan kebijaksanaan kolonial ditinjau kembali secara intensif.

Berawal dari tesis doktornya pada tahun 1910, Boeke menyatakan bahwa pemikiran ekonomi Barat tidak bisa diterapkan dalam memahami permasalahan perekonomian negara-negara jajahan (tropis) tanpa suatu “modifikasi” teori. Jika ada pembagian secara tajam, mendalam, dan luas yang membedakan masyarakat menjadi dua kelompok, maka banyak persoalan sosial dan ekonomi yang bentuk dan polanya sangat berbeda dengan teori ekonomi Barat sehingga pada akhirnya teori tersebut akan kehilangan hubungannya dengan realitas dan bahkan kehilangan nilainya. Oleh karena itu, Boeke menganggap bahwa prokondisi dari dualismenya adalah hidup berdampingannya dua sistem sosial yang berinteraksi hanya secara marginal melalui hubungan yang sangat terbatas antara pasar produk dan pasar tenaga kerja.

Prinsip pokok tesis Boeke adalah pembedaan antara tujuan kegiatan ekonomi di Barat dan Timur secara mendasar. Ia mengatakan bahwa kegiatan ekonomi di Barat berdasarkan pada rangsangan kebutuhan ekonomi, sedangkan Indonesia disebabkan oleh kebutuhan-kebufuhan sosial. Secara tajam ia mengkritik usaha- usaha untuk menjelaskan proses pengalokasian sumberdaya atau ditribusi pendapatan dengan cara menggunakan teori produktivitas marginal dari kaum Neo Klasik, terutama sekali karena immobilitas sumberdaya dalam masyarakat Timur.

Berbicara mengenai konsep dualismenya sendiri, Boeke mengawali penjelasannya dengan mengatakan bahwa dalam arti ekonomi masyarakat memiliki tiga ciri yaitu semangat sosial, bentuk organisasi, dan teknologi yang mendominasinya. Saling ketergantungan dan saling keterkaitan antara ketiga ciri tersebut disebut sistem sosial atau gaya sosial. Suatu masyarakat disebut masyarakat yang homogen jika di dalamnya hanya terdapat satu sistem sosial. Tetapi, dalam suatu masyarakat bisa juga terdapat dua sistem soaial atau lebih. Masyarakat seperti itu disebut masyarakat duatistik atau majemuk. Di dalam masyarakat yang dualistik, ada dua sistem sosial yang wujud secara berdampingan di mana yang satu tidak dapat sepenuhnya menguasai yang lainnya, demikian sebaliknya. Keadaan dualistik tersebut disebabkan oleh adanya sistem sosial yang lebih moderen terutama berasal dad negara-negara Barat yang kemudian berkembang di negara lain sebagai akibat dari adanya penjajahan dan perdagangan internasional sejak abad yang lalu.

Penetrasi sistem sosial yang baru itu menyebabkan kegiatan dan cara berpikir sebagian masyarakat di negara jajahan (atau NSB) sama dengan yang terdapat di negara-negara yang sudah lebih maju. Sementara itu, di lain pihak perubahan sistem sosialnya sangat kecil sekali, sehingga keadaan yang terjadi setelah adanya penetrasi tersebut tidak banyak berubah jika dibandingkan dengan keadaan sebelum penetrasi tersebut. Berdasarkan keadaan tersebut, Boeke mengemukakan teorinya tentang dualisme sosial di NSB, dan pengertian tersebut didefinisikannya sebagai suatu pertentangan dari suatu sistem yang diimpor dengan sistem sosial pribumi yang memiliki corak yang berbeda.

Penetrasi yang terjadi sebagian besar berawal dari penetrasi dalam bidang politik yaitu yang berbentuk penjajahan yang dilakukan oleh beberapa negara Barat terhadap sebagian besar daerah di Asia dan Afrika. Kemudian penetrasi tersebut berbentuk pengembangan kegiatan-kegiatan ekonomi moderen di wilayah-wilayah tertentu dalam daerah yang dijajah tersebut. Kegiatan-kegiatan ekonomi itu terutama sekali adalah dengan mengembangkan perkebunan¬perkebunan yang ditanami tanaman-tanaman ekspor dan perusahaan-perusahaan pertambangan.

Pengembangan kegiatan-kegiatan ekonomi di atas mengakibatkan perkembangan ekspor dari berbagai daerah di Asia, Afrika, dan Amerika Latin lebih cepat dari sektor-sektor lainnya pada pertengahan abad ke-19. Perkembangan tersebut bertambah pesat lagi pada awal abad ke-20 ini.

Hal ini tampak pada perkembangan nilai ekspor dari semua NSB, terutama ekspor bahan mentah, dan pada perubahan peranan bahan mentah dari NSB tersebut dalam keseluruhan ekspor bahan mentah dunia.

Perkembangan sektor ekonomi moderen, yang pada awalnya terutama timbul sebagai akibat dari perkembangan kegiatan perusahaan-perusahaan perkebunan dan pertambangan, juga mengakibatkan perubahan dalam kegiatan-kegiatan ekonomi di sektor tradisional. Dalam sektor tradisional ini kegiatan pertukaran semakin meluas dan kegiatan produksi bukan saja dikhususkan untuk menghasilkan bahan makanan untuk keperluan sendiri (subsisten), tetapi juga untuk tujuan komersial. Sekarang kegiatan para petani juga meliputi kegiatan produksi untuk menghasilkan bahan makanan yang berorientasi pada pasar dan menanam tanaman ekspor.

Perkembangan perkebunan-perkebunan besar telah membuka mata para petani sektor tradisional tentang kemungkinan untuk memperoleh tambahan pendapatan dengan menanam tanaman-tanaman ekspor. Kesadaran ini mendorong mereka mengembangkan tanaman ekspor tersebut dan perkembangan tersebut merupakan salah satu faktor penting yang menciptakan perluasan kegiatan pertukaran di sektor ekonomi tradisional. Para petani menjual hasil tanaman ekspornya ke pasar dan kemudian hasil penjualan tersebut digunakan untuk membeli produk-produk sektor industri dan kadang-kadang bahan makanan. Keadaan ini menunjukkan bahwa kegiatan sektor tradisional untuk mengembangkan tanaman ekspor merupakan salah satu penyebab dalam perubahan dalam corak kegiatan pertanian di sektor pertanian tradisional dari berupa kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sendiri menjadi meliputi pula usaha untuk memenuhi keperluan pasar.

Namun demikian, perkembangan tersebut tidak banyak merubah aspek-aspek lain dalam kehidupan masyarakat tradisional. Misalnya organisasi produksi dan cara bercocok tanam keadaannya masih tetap sama dengan keadaan pada waktu pertanian masih bersifat subsisten. Adat istiadat dan faktor-faktor sosial lainnya juga tidak mengalami perubahan yang fundamental, dan perkembangan tingkat pendidikan di sektor tradisional masih sangat kecil.

Oleh karena itu, di dalam masyarakat tersebut terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara kegiatan dan organisasi ekonomi yang dikembangkan menurut cara-cara yang moderen yang menggunakan teknologi moderen dengan organisasi masyarakat yang berkembang menurut cara-cara tradisional yang telah biasa dilakukan di dalam masyarakat tersebut. Sebagai akibatnya timbullah apa yang kita namakan dualisme sosial, di mana di dalam masyarakat tersebut terdapat dua sistem sosial yang sangat berbeda dan keduanya wujud secara berdampingan.

Teori dualisme Boeke ini banyak sekali dikritik, tetapi banyak pula yang mendukungnya. Kritik terhadap teori ini biasanya berasal dari ekonom Neo Klasik (misalnya Higgins) sedangkan yang mendukungnya biasanya berasal dari sosiolog dan antropolog. Para ekonom aliran Neo Klasik biasanya menolak berlakunya sistem dualisme ini karena mereka bertitik tolak dari paradigma Neo Klasik bahwa dualisme adalah fenomena yang bersifat sementara, sebagai akibat belum sempumanya pasar; dalam proses pembangunan, menurut mereka dualisme akan berkurang dan lambat faun akan hilang dengan sendirinya.

Secara khusus, Mackie (1981) dengan tegas mengatakan bahwa teori dualisme (Boeke) tidak membantu, bahkan menghambat usaha mempelajari perekonomian Indonesia Namun demikian dia juga heran mengapa teori yang dianggap “salah” oleh banyak sarjana ekonomi itu terus-menerus dibicarakan dalam hubungan dengan perekonomian Indonesia. Masih banyak kritik lain, misalnya dari beberapa penulis Belanda, tetapi tidak akan kita bahas di sini karena buku ini hanya bersifat mengantar untuk memahami permasalahan ini lebih lanjut.

Sementara itu, para sosiolog dan antropolog menyatakan bahwa kalau memang dalam suatu masyarakat terdapat dualisme, maka sifat tersebut tidak akan hilang begitu saja dengan adanya proses pembangunan ekonomi. Itulah sebabnya Difford Geertz (1963) dengan menggunakan konsep-konsep dualisme dalam ekologi menunjukkan dukungannya pada teori Boeke. la menggambarkan perbedaan antara “Indonesiadalam” dan ” Indonesialuar“, dan antara sektor perkebunan moderen yang padat modal dengan sektor pertanian tradisional yang padat karya

DUALISME TEKNOLOGI

Benjamin Higgins (1956) mempertanyakan kesahihan dan observasi empiris Boeke dan menunjukkan contoh yang lebih khusus kegunaan kerangka analisis ekonomi Barat dalam menghadapi apa yang dikemukakan Boeke Higgins, yang secara eksplisit menolak dualisme sosialnya Boeke, menemukan bahwa asal mula dari dualisme adalah perbedaan teknologi antara sektor modern dan sektor tradisional.

Menurut Higgins, sektor moderen terpusat pada produksi komoditi primer dalam pertambangan dan perkebunan. Sektor moderen itu mengimpor teknologinya dari luar negeri. Teknologi impor yang digunakan dalam sektor moderen tersebut bersifat hemat tenaga kerja (labor saving) di mana secara relatif modal lebih banyak digunakan Keadaan ini berbalikan dengan keadaan pada sektor tradisional yang ditandai oleh besarnya kemungkinan untuk mengganti modal dengan tenaga kerja serta penggunaan metoda produksi yang padat tenaga kerja (labor intensive) Perkembangan sektor modern terutama sekali merupakan respons terhadap pasar luar negeri dan pertumbuhannya hanya mempunyai dampak yang kecil terhadap perekonomian lokal Sedangkan perkembangan sektor tradisional sangat terbatas karena kurangnya tabungan (pernbentukan modal)

Dengan kata lain, dualisme teknologi adalah suatu keadaan di mana di dalam suatu kegiatan ekonomi tertentu digunakan teknik produksi dan organisasi produksi yang modern yang sangat berbeda dengan kegiatan ekonomi lainnya dan pada akhirnya akan mengakibatkan perbedaan tingkat produktivitas yang sangat besar. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang tergolong dalam sektor moderen antara lain: industri minyak, industri pertambangan lainnya, perkebunan yang diusahakan secara besar-besaran, industri-industri pengolahan, transportasi, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang teknologinya rendah antara lain: pertanian pangan, industri rumah tangga, pertanian barang ekspor yang menggunakan metoda dan organisasi produksi yang tradisional, dan lain-lain.

Faktor-faktor lain, selain penggunaan modal yang lebih banyak, yang menyebabkan perbedaan tingkat produktivitas antara sektor moderen dan sektor tradisional menjadi sangat tinggi antara lain: tingkat pendidikan para pekerja, teknik produksi, dan organisasi produksi.

DUALISME FINANSIAL

Hla Myint (1967) meneruskan studi Higgins tentang peranan pasar modal dalam proses terjadinya dualisme. Myint membuat analisis mengenai pasar uang yang terdapat di NSB dan menunjukkan adanya dualisme finansial. Pengertian dualisme finansial ini menunjukkan bahwa pasar uang di NSB dapat dipisahkan ke dalam 2 kelompok yaitu pasar uang yang memiliki organisasi yang baik (organizedmoney market) dan pasar uang yang tidak terorganisir (unorganizedmoneymarket).

Pasar uang jenis pertama terdiri dari Bank-bank komersial dan lembaga-lembaga keuangan non-Bank. Lembaga-lembaga tersebut terutama sekali terdapat di pusat- pusat bisnis dan kota-kota besar. Perkembangan pasar uang tersebut bersamaan dengan adanya perluasan investasi untuk mengembangkan perkebunan tanaman ekspor dan perusahaan-perusahaan pertambangan. Oleh karena itu, pada mulanya kegiatan lembaga keuangan tersebut terutama sekali bertujuan untuk menyediakan pinjaman-pinjaman kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Namun setelah NSB mencapai kemerdekaan, pemerintah mereka mengadakan berbagai usaha yang bersifat mendorong lembaga-lembaga keuangan moderen untuk memberikan pinjaman kepada sektor-sektor ekonomi lainnya, terutama kepada sektor industri dan sektor pertanian rakyat.

Sedangkan pasar uang yang tidak terorganisir adalah pasar uang yang tidak berbentuk lembaga keuangan formal. Misalnya para rentenir, para petani kaya, pedagang-pedagang perantara, dan pemilik-pemilik modal di daerah-daerah pertanian. Jika seorang petani memerlukan uang untuk kebutuhan keluarganya sehari-hari, atau untuk modal kerja untuk kegiatan produksinya, para pelepas uang informal itu merupakan sumber dana yang utama bagi petani tersebut Salah satu ciri penting dari pinjaman modal yang berasal dari pasar modal informal tadi adalah tingkat biaya yang sangat tinggi. Namun demikian, para petani menyukainya karena prosedurnya yang mudah dan sederhana.


DUALISME REGIONAL

Dualisme regional ini banyak dibicarakan para ahli sejak tahun 1960-an. Pengertian dualisme regional ini adalah ketidak seimbangan tingkat pembangunan antar berbaga; daerah dalam suatu negara. Ketidakseimbangan ini sebenarnya terdapat juga di negara-negara maju, tetapi keadaannya tidaklah separah seperti yang terjadi di NSB. Selain itu, di negara-negara maju ketidakseimbangan itu cenderung bertambah kecil.

Di NSB keadaannya berbeda. Di NSB, pada tahap awal proses pembangunannya, perbedaan tingkat pembangunan antar daerah semakin buruk dibandingkan pada masa lalu Ada beberapa daerah yang herkembang sangat pesat sehingga banyak di antaranya mencapai keadaan ekonomi dan sosial yang sudah mendekati negara maju, sedangkan di lain daerah perkembangannya sangat lambat dan bahkan mungkin mengalami kemunduran.

Dualisme regional ini bisa mengakibatkan bertambah lebarnya kesenjangan (gap) tinqkat kesejahteraan antara berbagai daerah. Selain itu, dualisme regional yang semakin buruk juga hisa menimbulkan masalah-masalah sosial-politik yang dapat mengharnbat usaha untuk mempercepat lajunya pertumbuhan ekonomi di NSB.

Dualisme regional di NSB dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

  1. Dualisme antara daerah perkotaan dan pedesaan.
  2. Dualisme antara pusat negara, pusat industri dan perdagangan dengan daerah- daerah lain dalam negara tersebut

Kedua jenis dualisme tersebut timbul terutarna sekali sebagai akibat dari investasi yang tidak seimbang antara daerah perkotaan dengan daerah pertanian (pedesaan). Ketidakseimbangan tersebut akhirnya menyebabkan kesenjangan antara pusat negara dengan daerah-daerah lainnya dan antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan bertamhah besar.

PENGARUH DUALISME TERHADAP PEMBANGUNAN

Di muka telah dijelaskan berhagai macam dualisme yang terjadi di NSB. Berbagai pendapat telah dikemukakan tentang akibat buruk dari adanya keadaan dualisme tersebut terhadap peluang pengembangan masyarakat yang masih menjalankan kegiatan-kegiatan ekonominya dengan cara-cara tradisional. Analisis-analisis tersebut pada dasarnya menunjukkan bahwa berbagai macam dualisme yang ada di NSB, terutama dualisme sosial dan teknologi, menyebabkan mekanisme pasar tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dan ketidaksempurnaan mekanisme pasar ini selanjutnya mengakibatkan sumberdaya-sumberdaya yang tersedia tidak dapat digunakan secara efisien.

Di samping itu, analisis-analisis tersebut menunjukkan pula bahwa penggunaan teknologi yang terlalu tinggi di sektor modern mempersulit proses perkembangan kesempatan kerja di sektor moderen Hal ini akan menambah kerumitan rnasalah pengangguran yang dihadapi dan akan membesar jurang pendapatan antara sektor-sektor ekonomi yang lebih moderen dengan sektor-sektor ekonomi yang tradisional.

Berbagai corak hambatan yang timbul sebagai akibat dari adanya sifat-sifat dualisme dalam perekonomian yang perkembangannya masih belum begitu tinggi bersumber dari adanya pengaruh yang masih sangat kuat dari sektor-sektor tradisional terhadap kehidupan seluruh masyarakat dan kegiatan perekonomian. Sebagian besar kegiatan-kegiatan ekonomi dalam NSB yang relatif miskin masih dilaksanakan dengan menggunakan teknik-teknik yang sangat sederhana dan didasarkan kepada cara berpikir yang masih tradisional. Hal yang pertama menyebabkan produktivitas berbagai kegiatan produktif sangat rendah, dan hal yang kedua menyebabkan usaha-usaha untuk mengadakan perubahan atau pembaharuan sangat terbatas sekali Dengan demikian, cara-cara produksi tradisional dan yang memiliki produktivitas yang rendah tidak mengalami perubahan yang berarti dari masa ke masa. Kehidupan rnasyarakat yang masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai hidup yang diwarisi selama beberapa generasi membatasi kemungkinan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan dalam teknologi memproduksi maupun dalam organisasi memproduksi, dan mengembangkan pasar yang baru Keadaan masyarakat seperti itu juga menimbulkan ketidaksempurnaan di dalam pasar sehingga mekanisme pasar tidak dapat berfungsi secara efisien.

Seperti telah selalu disinggung dalam pembahasan sebelumnya, dalam suatu masyarakat tradisional pada umumnya terdapat sifat-sifat berikut :

  1. tarap pendidikan sebagian besar masyarakatnya masih sangat rendah:
  2. cara-cara hidup dan berpikir masyarakatnya masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai agama, adat-istiadat yang telah dipraktekkan secara turun¬temurun, dan pandangan-pandangan hidup yang bersifat menyerahkan diri kepada kekuasaan alam dan Tuhan:
  3. sisa-sisa feodalisme masih sangat dirasakan dalam hubungan sosial di antara berbagai golongan masyarakat

Ciri-ciri kehidupan masyarakat tradisional tersebut menimbulkan beberapa macam ketidaksempurnaan pasar. Dalam suatu pasar yang sempurna, faktor- faktor produksi mempunyai mobilitas yang tinggi dan dapat saling menggantikan satu sama lain. Oleh karenanya produk marginal suatu faktor produksi akan sama besarnya di berbagai sektor dan seterusnya sehingga mengakibatkan tingkat upah akan sama besarnya di semua sektor. Hal ini tidak terjadi di banyak negara miskin. Perbedaan tingkat upah antara sektor moderen dan sektor tradisional cukup tinggi karena perbedaan tingkat produktivitas antara kedua sektor tersebut cukup besar.

Perbedaan tingkat pendidikan dan keterampilan pekerja merupakan faktor penting lain yang menimbulkan keadaan yang demikian.

Ketidaksempumaan pasar ditimbulkan pula oleh kekurangan pengetahuan masyarakat mengenai keadaan pasar. Para pekerja fidak menyadari tentang adanya kesempatan kerja yang lebih baik di sektor atau di daerah lain.Para petani tidak mengetahui adanya cara-cara berproduksi yang lebih baik dan para pengusaha tidak menyadari tentang adanya kemungkinan untuk mengembangkan pasar di dalam negeri maupun di luar negeri. Adanya kuasa monopoli dalam memperdagangkan hasil sektor tradisional-yang dipegang oleh para pedagang perantara merupakan contoh lain dad adanya ketidaksempurnaan pasar di negara- negara miskin. Dalam sektor pertanian subsisten dan sektor tradisional lainnya, kekuasaan untuk menentukan harga dan syarat penjualan terutama terietak di tangan para tengkulak, pengijon dan pedagang perantara lainnya. Para petani dan produsen-produsen kecil dalam kegiatan lain di sektor tradisional mempunyai kekuasaan yang sangat terbatas untuk menentukan harga.

Sikap masyarakat dianggap merupakan faktor lain yang menimbulkan ketidaksempurnaan pasar di NSB. Dalam suatu pasar yang sempurna, para pelaku ekonomi dianggap bersikap rasional. Setiap orang yang melakukan kegiatan ekonomi sebagai pekerja, pengusaha atau konsumen, dianggap akan berusaha mencapai tingkat kepuasan yang maksimum dan memaksimumkan hasil daya usahanya. Pengamatan alas keadaan di NSB menunjukkan bahwa ada¬kalanya masyarakat tidak berusaha untuk mencapai tujuan tersebut dan tidak responsif terhadap rangsangan-rangsangan untuk memperoleh hasil yang baik, yang terjadi dalam pasar. Dalam suatu pasar yang sempuma, kenaikan harga atau permintaan akan mendorong usaha untuk menaikkan produksi. Dalam sektor tradisional kenaikan cukup kuat untuk menaikkan tingkat produksi. Di banyak masyarakat tradisional kehidupan yang sederhana dan menggantungkan nasib hidup kepada takdir sering kali lebih diutamakan daripada kerja keras untuk mencapai kemewahan duniawi Sikap ini selalu menjadi penghambat dalam mendorong masyarakat untuk menggunakan usaha mereka yang lebih besar dalam kegiatan- kegiatan yang akan memberi pengaruh yang positif kepada pembangunan ekonomi yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah mereka.

Berbagai macam keadaan yang menimbulkan ketidaksempumaan pasar seperti yang baru saja diuraikan, menyebabkan sumberdaya-sumberdaya yang terdapat di NSB tidak digunakan secara efisien. Hal ini bukan saja menimbulkan pengangguran pada berbagai sumberdaya, tetapi juga mengakibatkan penggunaan tidak selalu diarahkan kepada sektor dan kegiatan yang potensi perkembangannya relatif lebih baik. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa apabila dilakukan perbaikan-perbaikan dalam keadaan pasar, maka sumberdaya-sumber daya dapat digunakan dengan lebih efisien, produksi dapat ditingkatkan dan proses pembangunan dapat dipercepat jalannya.

Gambar 10.1. Efisiensi Kegiatan Ekonomi di NSB

Pengaruh ketidaksempurnaan pasar terhadap tingkat produksi dalam suatu masyarakat dapat ditunjukkan dengan menggunakan kurva kemungkinan produksi (productionpossibilitiescurve), yaitu seperti yang terdapat dalam Gambar 10.1, Misalkan suatu negara hanya menghasilkan dua golongan barang: hasil-hasil pertanian, yang jumlahnya digambarkan pada sumbu datar; dan hasil-hasil industri, yang jumlahnya digambarkan pada sumbu tegak. Kurva ABadalah kurva kemungkinan produksi negara yang tingkat pembangunannya relatif rendah, sedangkan kurva PQmenggambarkan kurva kemungkinan produksi suatu negara yang sudah maju. Kurva kemungkinan produksi ini menunjukkan kemampuan maksimum suatu negara untuk menghasilkan barang industri, barang pertanian atau kombinasi dari kedua golongan barang tersebut. Kombinasi produksi yang dapat dicapai ditentukan oleh titik pada kurva tersebut. Apabila gabungan produksi barang industri dan barang pertanian ditunjukkan oleh salah satu titik pada kurva tersebut, maka keadaan itu berarti bahwa sumberdaya-sumberdaya di negara itu digunakan secara penuh (fullemployment). Negara yang lebih maju kemapuan memproduksinya lebih besar daripada Negara yang lebih miskin Oleh karenanya kurva kemungkinan produksinya (PQ) adalah lebih jauh dari titik 0jika dibandingkan dengan kurva kemungkinan produksi dari negara yang lebih miskin (AB).

Walaupun kemampuan negara yang relatif miskin dalam memproduksi barang pertanian dan barang Industri lebih terbatas, neqara yang seperti itu sering sekali tidak mampu mencapai batas produksi maksimalnya. Salah satu sebabnya yang penting adalah karena adanya ketidaksempurnaan pasar. Pada umumnya tingkat produksi yang dicapai dalam negara yang relatif miskin adalah pada titik di bawah kurva kemungkinan produksi AB, misalnya saja pada titik M. Apabila tingkat produksi seperti yang ditunjukkan oleh titik M, maka keadaan tersebut menunjukkan bahwa walaupun tidak dilakukan perbaikan dalam teknologi, akan tetapi apabila dilakukan perbaikan dalam bidang institusional dan organisasi produksi, jumlah produksi dapat diperbesar lagi. Berarti tingkat produksi yang baru akan ditunjukkan oleh titik-titik yang terletak lebih dekat dari kurva AB atau pada kurva itu. Keadaan yang baru ini misalnya adalah seperti yang ditunjukkan oleh titik N1, atau N2, yang berarti bahwa tingkat produksi nasional telah bertambah tinggi. Titik N1 menunjukkan bahwa tingkat produksi barang pertanian menjadi lebih tinggi, sedangkan titik N2 menggambarkan bahwa pertambahan produksi yang terjadi di sektor industri.

Di samping pengaruh yang tidak menggembirakan dari adanya dualisme sosial terhadap pembangunan, selanjutnya sering dinyatakan pula bahwa adanya dualisme dalam tingkat teknologi yang digunakan dapat menimbulkan dua keadaan yang mungkin mempengaruhi lajunya tingkat pembangunan ekonomi. Yang pertama, di dalam keadaarj dimana dualisme teknologi adalah sebagai akibat dari penguasaan modal asing atas sektor moderen, sebahagian besar dari keuntungan yang diperoleh modal asing tersebut akan dibawa ke luar negeri. ini akan mengurangi potensi tabungan yang dapat dikarenakan untuk investasi di dalam negeri dan dapat memperlambat laju pembangunan ekonomi.

Walaupun demikian, keadaan yang kurang menguntungkan ini tidak perlu dianggap sebagai suatu masalah yang serius lagi, karena setelah Perang Dunia yang laiu peranan modal asing di NSB sudah semakin berkurang. Tabungan mereka hanya merupakan sebagian kecil saja dari tabungan yang mungkin dikerahkan dari sumber-sumber lain di dalam negeri Yang kedua, dan yang lebih serius akibatnya daripada yang pertama, dualisme teknologi akan (i) membatasi kemampuan sektor moderen untuk menciptakan kesempatan kerja, (ii) membatasi kemampuan sektor pertanian untuk berkembang, dan (iii) memperburuk masalah pengangguran. Berikut iniketiga implikasi yang kurang menguntungkan dari adanya dualisme teknologi.

Sektor moderen terutama terdiri dari sektor industri dan dalam sektor ini teknik- teknik produksi bersifat padat modal. Dalam teknik produksi yang demikian sifatnya, proporsi antara faktor-faktor produksi relatif tetap. Berarti terdapat perbandingan tertentu, dan yang tetap besarnya, antara jumlah modal dan kesempatan kerja yang dapat diciptakannya. Pertambahan dalam kesempatan kerja hanya dapat dilakukan dengan penciptaan modal yang baru, jadi dengan melakukan investasi baru Sampai dimana kemampuan sejumlah investasi tertentu untuk menciptakan kesempatan kerja tergantung kepada teknologi yang digunakan. Makin tinggi tingkat teknologi makin terhatas kemampuannya untuk menyerap tenaga kerja dan mempertinggi tingkat kesempatan kerja. Dan selanjutnya, terbatasnya kemampuan sektor industri moderen untuk meningkatkan penciptaan kesempatan kerja akan menghambat perkembangan sektor pertanian.

Telak kita lihat bahwa sektor industri dan sektor moderen lainnya tidak mempunyai kemampuan untuk menampung pertambahan tenaga kerja yang berasal dari sektor pertanian. Dari tahun ke tahun pengangguran di kota-kota maupun di daerah pedesaan di NSB telah menjadi semakin serius. Di sektor pertanian keadaan ini menyebabkan perbandingan antara tanah dan tenaga kerja menjadi bertambah kecil dan menimbulkan kesulitan untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian.

Selain perlu menyadari implikasi buruk yang mungkin ditimbulkan oleh adanya dualisme teknologi terhadap penciptaan kesempatan kerja dan perkembangan sektor pertanian, harus pula didasari bahwa terdapatnya teknologi moderen di NSB memungkinkan negara-negara tersebut mempercepat pertumbuhan ekonominya. Di banyak negara, sektor industri merupakan sektor yang menimbulkan pembangunan yang relatif pesat. Sektor industri menimbulkan perkembangan yang jauh lebih pesat daripada laju perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Tambahan pula, dari analisis teoritis dan penyelidikan empiris telah dibuktikan bahwa kemajuan teknologi merupakan penentu utama dari lajunya pertumbuhan ekonomi.

Kalau kedua aspek dari akibat dualisme teknologi terhadap pembangunan yang baru dijelaskan di atas yaitu (i) hambatan-hambatan yang ditimbulkannya terhadap perkembangan kesempatan kerja dan perkembangan sektor pertanian, dan (ii) terdapatnya kemungkinan untuk mempercepat perkembangan produksi secara bersama-sama dipertimbangkan, rasanya kurang terdapat alasan yang cukup untuk berpendapat bahwa dualisme teknologi memperkukuh keadaan kemiskinan yang terdapat di NSB. Tanpa adanya sektor moderen, NSB akan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat daripada yang telah dicapainya pada masa lalu.

Akhir-akhir ini disadari pula suatu implikasi yang tidak menguntungkan dari adanya dualisme teknologi. Kegiatan-kegiatan dalam sektor moderen pada umumnya mengalami perkembangan yang jauh lebih pesat daripada sektor tradisional, dengan demikian jurang tingkat kesejahteraan di antara kedua sektor tersebut makin lama makin bertambah lebar. Sehingga walaupun dicita-citakan bahwa pembangunan itu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat, pada kenyataannya manfaat pembangunan terutama dinikmati hanya oleh segolongan kecil penduduk di NSB. Seperti telah diuraikan dalam bab-bab yang terdahulu, telah umum disadari:

  1. jurang tingkat pendapatan di antara golongan kaya dan miskin telah menjadi bertambah lebar, dan
  2. di banyak negara pembangunan yang terjadi belum sanggup menciptakan kesempatan kerja yang seimbang dengan pertambahan tenaga kerja sehingga keadaan pengangguran menjadi bertambah buruk. Dari hal-hal yang dijelaskan ini dapatlah disimpulkan bahwa dualisme teknologi menimbulkan akibat buruk bukan terhadap lajunya pembangunan, tetapi terhadap keharmonisan proses pembangunan.