Search for Knowledge
“A mistake is a signal that it is time to learn something new, something you didn’t know before.”

Modal Dasar dan Aktor Penggerak Ekonomi Kreatif

Modal Dasar Ekonomi Kreatif

 

Perkembangan ekonomi kreatif sangat bergantung pada berbagai faktor dan komponen,seperti faktor modal, komponen inti, komponen pendukung, aktor penggerak, dan faktor pendorong.Berdasarkan hasil survei dan penelitian pada usaha kecil dan koperasi di kabupaten dan kota Bandung (1991), serta survei dan penelitian usaha kecil dan menengah unggulan di kabupaten dan kota Bandung (1999), diperoleh suatu kesimpulan yang hampir sama bahwa perusahaan-perusahaan kecil dan menengah pada umumnya kekurangan modal, yang sangat diperlukan untuk pengembangan usaha. Modal yang dimaksudkan oleh para pengusaha adalah modal finansial dan material guna memperluas dan meningkatkan usahanya. Kebutuhan modal finansial terutama untuk membeli bahan baku, peralatan, dan operasional perusahaan.

 

Berdasarkan hasil survei tersebut, penulis berhipotetis bahwa kekurangan modal dapat menyebabkan usaha kecil dan menengah terjerat dalam lingkaran ketergantungan yang tidak berujung pangkal, dan membuat para pengusaha industri kecil lama-lama menjadi buruh. 

 

Kekurangan modal material dan modal intelektual dapat menyebabkan perusahaan kecil dan menengah ketergantungan pada berbagai aspek, seperti bahan baku, bahan penolong, teknologi, desain, dan pemasaran. Semua aspek yang dibutuhkan oleh usaha kecil dan menengah tersebut dimiliki oleh pengusaha besar. Modal yang diperlukandiperlukan untuk membeli bahan baku dan teknologi biasanya dimiliks oleh pengusaha besar yang memiliki akses modal, menguasai pasar, dan memiliki teknologi. Pemilik modal rmenguasa informasi pasar sehingga pengusaha kecil dan menengah ketergantungan kepada pemilik modal yang menguasai pasar. Harga bahan baku dan harga produk hasil industri kecil dan menengah kedua-duanya sangat bergantung dan ditentukan oleh pemilik modal.

 

Demikian juga, desain dan teknologi ditentukan oleh pemilik modal yang menguasai pasar, sedangkan pengusaha kecil mengikuti kemauan pemilik modal, baik bahan baku, teknologi, desain, pasar, harga jual produk, maupun harga beli bahan baku. Akibatnya, pengusaha kecil dan menengah menjadi ketergantungan dan hanya menerima manfaat ekonomi sesuai dengan selisih antara harga jual dan harga beli yang kedua-duanya ditentukan oleh pemilik modal. Dengan pola seperti itu, maka pengusaha kecil tidak akan berkembang, dan lama-kelamaan menjadi pekerja dan bekerja dengan “sistem maklon”. Maklon adalah mengerjakan barang milik orang lain, dengan besarnya upah ditentukan oleh pengusaha dan bergantung pada banyaknya barang yang dapat dikerjakan atau dihasilkan.

 

Persoalan lain muncul, bagaimana bila perusahaan kecil itu diberi modal dengan jumlah yang melebihi dari volume usahanya? Contoh pertaia, penjual asongan atau kios-kios kecil yang omzet penjualan sehari-harinya Rp50.000 diberi modal 10 juta supaya volume penjualannya meningkat, padahal mereka berusaha dengan volume penjualan dan pangsa pasar yang kecil. Contoh lainnya, perusahaan kecil yang volume usahanya Rp100.000 per hari diberi modal Rp50 juta, apakah mampu mengembangkan usahanya menjadi berskala besar? Padahal produk dan pangsa pasarnya sudah seperti itu secara turun-temurun? Jawabannya, belum tentu. Modal material-uang dan fasilitas memang diperlukan, tetapi bukan satu-satunya yang menentukan perkembangan usaha. Modal apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh pengusaha kecil dan menengah? Bagaimana mereka dapat mengembalikan pinjaman modal tadi? Mari kita perhatikan ilustrasi berikut.

 

Pada 2009, penulis dan kawan-kawan (dkk) mencoba meneliti kembali rantai nilai yang diciptakan oleh industri kreatif di beberapa kota di Jawa Baret yang meliputi industri kecil dan menengah di kabupaten Bandung, kabupaten Garut, dan kabupaten Tasikmalaya.

Hasilnya menunjukkan bahwa, masih banyak industri kecil dan menengah yang belum berkembang secara kreatif dan komersial. Padahal, mereka memilikd modal budaya dan keterampilan yang kuat.

 

Pada umumnya mereka belum mengetahui bagaimana rantai nilai dapat diciptakan. Hasil penelitian tersebut ditindakdanjuti dengan pelatihan “peningkatan nilai tambah”. Hasil diskusi menunjukkan bahwa hampir semua peserta pelatihan memerlukan materi peningkatan modal intelektual, seperti pengetahuan dan kketerampilan untuk menciptakan rantai nilai, menciptakan nilai, meningkatkan keunggulan, dan untuk meningkatkan daya saing produk. Modal nonril, seperti modal intelektual dan modal kreativitas ternyata sangat diperlukan oleh para pengusaha serta industri kecil dan menengah untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing yang selama ini masih relatif rendah.

 

Untuk membangun usaha kecil modal ril, seperti uang tentu saja penting, akan tetapi yang lebih penting lagi adalah modal kekayaan intelektual.

 

Seperti dikemukakan Howkins (2001),”modal kreativitas” bukan merupakan modal material, tetapi merupakan modal intelektual, modal budaya, modal sosial, dan modal struktural. Modal kreatif (creative capital) adalah modal intelektual berupa kekayaan intelektual, seperti desain produk, merek dagang, hak cipta, paten, dan royalti. 

 

Oleh sebab itu, agar kreativitas menghasilkan dan memberi dampak positif output and outcome (keluaran dan hasil), menurut Home Affairs Bureau (2005: 41); UNDP-UNCTAD (2008: 10) diperlukan empat modal, sebagai berikut.

 

1. Modal insani (human capital).

2. Modal sosial (social capital).

3. Modal budaya (cultural capital).

4. Modal struktur kelembagaan (structural institutional capital)

 

Keterkaitan keempat faktor tersebut menurut UNCTAD (2008: 10) digambarkan sebagai berikut.

Keempat jenis modal tersebut merupakan faktor yang sangat menentukan pertumbuhan kreativitas dan dipandang sebagai modal ekonomi kreatif. Manifestasi dari kreativita adalah output dan outcomes yang terbentuk dari interelasi antarmodal insani, modal budaya, modal sosial, dan modal kelembagaan.

 

Modal Insani (Human Capital)

 

Salah satu modal insani dalam ekonorai kreatif yang terpenting adalah modal intelektual, yaitu berupa kecakapan, pengetahuan, keterampilan, dan motivasi untuk menghasilkan kekayaan intelektual, seperti paten, merek dagang, royalti, dan desain. Menurut David Parrish (2009: 77), “Kekayaan intelektual merupakan modal pokok industri kreatif yang menciptakan aktivitas-aktivitas, keterampilan dan bakat individual, yang berpotensi untuk menciptakan lapangan kerja dan kekayaan secara (urun-menurun melalui kekayaan intelektual. 

 

Kekayaan intelektual merupakan aset yang tak terlihat dan merupakan tiang penyangga perusahaan.” Oleh sebab itu, menurut David Parrish (2009), bisnis kreatif adalah seni untuk mengubah pengakuan menjadi penghasilan, dan ilmu tentang bagaimana mengubah kekayaan intelektual menjadi sumber pendapatan. Untuk meningkatkan modal insani diperlukan investasi dalam bidang pendidikan dan pelatihan, serta memperbanyak penelitian ilmiah dan pengembangan.

 

Dengan pendidikan dan pelatihan akan meningkatkan pengetahuan,kecakapan, dan keterampilan (sebagai modal intelektual) yang sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas nilai tambah, dan daya saing (David Parris, 2009: 84).

 

Sementara menurut Stewart, T.A. (1977), modal intelektual merupakan gabungan dari modal kompetensi, ilmu pengetahuan, kemampuan, keterampilan, komitmen, dan tanggung jawab.

 

Modal intelektual merupakan perkalian antara kompetensi dengan komitmen.Artinya, seseorang yang memiliki kompetensi saja tidak cukup, bila tidak dibarengi dengan komitmennya. Seseorang yang memiliki kompetensi, tetapi kurang komitmen maka ia memiliki modal intelektual yang rendah. 

 

Sementara itu, kompetensi itu sendiri merupakan perkalian antara kapabilitas (kemampuan) dengan tanggung jawab dan kewenangan (autority). Memiliki kemampuan saja tidak cukup apabila tidak didukung oleh tanggungjawab dalam menggunakan kemampuannya. Selanjutnya, kapabilitas merupakan perkalian antara keterampilan dan pengetahuan. Seseorang yang cakap saja tidak cukup, tetapi harus cakap dan cukup ilmu pengetahuan.

 

Pengertian modal intelektual tersebut, sedikit berbeda dengan pengertian yang dikemukakan oleh Howkins (2001: 211), yang mengemukakan bahwa modal intelektual merupakan gabungan antara modal sumber daya manusia dengan modal infrastrultur. Modal sumber daya manusia tidak cukup, harus dilengkapi dengan menciptakan infrastruktur yang tepat. Untuk membentuk modal insani dan modal infrastruktur diperlukan investaši.

 

Untuk mengembangkan modal intelektual diperlukan investasi bidang pendidikan dan pelatihan, sedangkan untuk menciptakan modal infrastruktur diperlukan modal kemauan pemerintah untuk membangun struktur dan kelembagaan. Dengan modal intelektual dalam bentuk ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan maka pola pikir seseorang akan terbuka, dan melahirkan ide, gagasan, inspirasi, dan khayaian-khayalan yang cemerlang sehingga menghasilkan kekayaan intelektual, seperti paten, merek, desain, dan nilai-nilai tambah baru. Selain menumbuhkan ide, gagasan, inspirasi, dan khayalan modal intelektual juga dapat mendorong proses “Kaizen”, yaitu suatu proses perbaikan yang terus-menerus untuk meningkatkan nilai tambah dan kualitas.

 

Pengetahuan diperlukan untuk membentuk pola pikir yang memunculkan ide ide, gagasan, khayalan, dan inspirasi. Sementara itu, keterampilan (skill) dan kecakapan diperlukan untuk mengimplementasikan ide-ide, inspirasi-inspirasi, gagasan-gagasan dan khayalan-khayalan guna menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Pengetahuan (pintar) saja tidak cukup, harus dilengkapi dengan kecakapan.

 

Ada lima macam keterampilan (skill) dan kecakapan yang membentuk ekonomi kreatif, yaitu:

 

1. keterampilan konseptual (conceptual skill), yaitu kemampuan untuk membangun dan mengembangkan konsep, seperti membuat perencanaan usaha dan perencanaan produk, membuat desain produk, menciptakan keunikan dan keistimewaan, serta merancang kegunaan baru, dan merancang kemudahan baru. 

 

2. keterampilan mengorganisir (organizational skill), yaitu kemampuan untuk mengorganisasikan sumber daya dalam bentuk perusahaan-perusahaan, kemampuan untuk memimpin dan mengeiola perusahaan, bukan hanya sekadar menjadi pekerja suatu perusahaan, tetapi menjadi bos yang mengendalikan, mengatur, dan menggerakkan. 

 

3. keterampilan manajerial (managerial skil), yaitu kemampuan untuk mengolah atau mengelola sumber daya manusia, finansial, material, dan informasi seefektif dan seeisien mungkin.

 

4. keterampilan kewirausahaan (entrepreneurial skill), yaitu keniampuan untuk berkreasi dan berinovasi untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.

 

5. keterampilan personal dalam berelasi (personal relationship) dan berkomunikasi, yaitu kemampuan untuk berkomunikasi, berempati, bersimpati, bergaul, bermitra, berkolaborasi, bernegoisasi, dan membangun jejaring baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional.

 

Untuk menghasilkan kekayaan intelektual tersebut, pendidikan dan pelatihan ekonomi kreatif perlu diajarkan sejak dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi Kurikulum persekolahan seharusnya memuat materi ekonomi kreatif untuk meningkatkan kecakapan hidup dan kecakapan sosial.

 

Modal Sosial (Social Capital)

 

Modal sosial adalah modal kepercayaan dan kejujuran serta etika dalam menjalankan usaha. Modal sosial (social capital, merupakan modal yang paling mendasar untuk setiap individu, organisasi, perusahaan bahkan suatu bangsa. Individu, organisasi, dan bangsa yang maju dan dipercaya adalah individu, organisasi, dan bangsa yang jujur, beretika, dan berbudaya. Kepercayaan, kejujuran, dan etika dalam berusaha merupakan faktor kunci sukses. Ketidakjujuran, kurang komitmen, korupsi, dan kolusi menyebabkan ketidakpercayaan terhadap masyarakat, bangsa, dan negara, serta menyebabkan terhambatnya kreativitas ekonomi. Untuk membentuk modal sosial diperlukan sistem pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai kejujuran, etika, dan norma-norma ke dalam kurikulum, program, serta materi pembelajaran.

 

Modal Budaya (Cultural Capital)

Modal budaya dimiliki oleh setiap bangsa bahkan perusahaan secara turun-temurun.Modal ini terdiri dari nilai-nilai, orientasi, kebiasaan, adat-istiadat dan bentuk lain dari budaya. Modal budaya juga bisa berupa kesenian, pertunjukan, film, drama, lukisan, dan bisa dalam bentuk hasil karya atau dalam bentuk cagar budaya–heritage. Modal budaya adalah modal dasar yang sudah dimiliki oleh industri terutama industri kecil dan industri lokal yang tersebar di seluruh pelosok tanah air.

 

Keanekaragaman-kebinekaan, seperti etnis, suku, adat, nilai-nilai, warisan budaya, dan oahasa yang tersebar di berbagai daerah merupakan modal dasar ekonomi kreatif. Semua modal budaya dan kebinekaan ini masih perlu dikelola (manage) secara kreatif sehingga dapat menciptakan kekayaan baru, seperti kesempatan kerja, pendapatan, dan kesejahteraai masyarakatnya. Supaya bernilai ekonomi tinggi, modal dasar budaya dan kebinekaan perlu dikolaborasikan, dikombinasikan dipelihara, dan dikembangkan. 

 

Untuk mengelola dan mengembangkannya, selain diperlukan pendidikan, kecakapan, dan pengalaman, juga diperlukan pemahaman tentang pentingnya kebinekaan sebagai modal dasar ekonomi kreatif yang bernilai ekonomi tinggi. bernilai nasionalisme, dan bernilai kesejahteraan.

 

Dilihat dari berbagai aspek, seperti aspek budaya, kekayaan alamı, dan kebinekaan yang dimiliki, Indonesia memiliki modal ekonomi kreatif yang potensial sebagai berikut.

 

 

 

 

 

1. Modal seni, budaya, dan warisan budaya.

 

Keanekaragaman budaya, seperti seni tradisional sampai dengan seni modern yang berkembang dari budaya Indonesia terdapat dalam berbagai kegiatan karya seni, seperti kesenian, kerajinan, dan pertunjukan. Bahkan Indonesia memiliki sejarah peradaban yang sangat panjang dan banyak peninggalan sejarah,seperti pakaian adat peraiatan, keris, patung, candi, dan peninggalan sejarah lainnya. Warisan budaya lain yang tidak kalah penting adalah seni tradisional, pakaian tradisional, makanan khas daerah, minuman dan jamu-jamuan tradisional, dan rempah-rempah. Cina berhasil mengembangkan ekonomi kreatif dari seni, budaya, dan warisan budayanya. Misalnya, toko obat Cina ada di Imana-mana dan dikelola secara komersial.

 

2. Modal sumber daya dan kekayaan alam.

 

Secara alamiah, Indonesia memiliki kekayaan alam sangat luar biasa dan hasil kekayaan alam yang beraneka ragam. Dengan kondisi tanah yang sangat subur, apa saja tumbuli dan dapat dikembangkan. Semua kekayaarn alam tersebut merupakan modal dasar ekonomi kreatif dan dapat dikembangkan secara komersial. Banyak ragarn usaha yang dapat dilakukan untuk menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan dari sumber daya alam, seperti usaha kreatif hasil pertambangan dan galian, usaha kreatif hasil pertanian, hasil perkebunan, hasil kehutanan, hasil perikanan, hasil kelautan, hasil peternakan, dan bentuk kekayaan alam lainnya, seperti objek-objek wisata alam. 

 

3. Modal kebinekaan suku bangsa, budaya, bahasa, dan agama. 

 

Suku bangsa, budaya, dan bahasa merupakan modal ekonomi kreatif dikemas dan dikembangkan menjadi kekayaan bangsa. Lagu-lagu daerah, bahasa daerah, kesenian daerah, makanan daerah, rumah adat daerah, adalanh potensi ekonomi kreatif Indonesia yang dapat dikembangkan secara komersial. Ketiga modal dasar seni dan budaya tersebut merupakan modal ekonomi kreatif yang dapat dikelola secara komersialL Untuk menjadi kekayaan ril dalam ekonomi kreatifterlebih dulu perlu dikembangkan modal insani, modal sosial, modal kelembagaan, dan struktural yang dibangun secara simultan. Modal insani dikembangkan melalui investasi pendidikan dan pelatihan, dan pembinaan untuk mendorong modal intelektual. Sementara, modal sosial dikembangkan melalui sistem sosial yang bertumpu pada hukum sebagai rekayasa sosial (social engineering). Kondisi ini penting, karena eksistensi modal sosial yang rendah akibat dari iklim sosial.

 

Iklim sosial merupakan produk dari budaya yang ada. Selanjutnya, budaya yang ada akibat dari produk sistem yang dibangun melalui kebijakan dan kemauan politik (political wil) pemerintah.

 

Dengan demikian, modal sosial merupakan produk dari pendidikan dan kebijakan pemerintah. Selanjutnya, modal kelembagaan dan struktural rasal dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang mendorong, melindungi, membina, dan memberikan akomodasi dalam pengembangan ekononıi kreatif.

 

 

Modal Kelembagaan dan Struktural

 

Modal kelembagaan dan struktural merupakan modal yang diperlukan oleh industri kreatif yang berasal dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang dapat mengakomodasi dan melindungi industri kreatif. Oleh karena itu, diperlıkan departemen khusus yang membina industri kreatif di bawah kementerian yang membina perindustrian dan/atau perdagangan, yang mendorong, mengadvokasi, mematenkan, dan mempromosikan produk budaya.

Modal struktural atau kadang dikenal dengan modal infrastruktur oleh Howkins (2001: 210) didefinisikan sebagai alat yang diperlukan dan dipandang sebagai modal sumber daya manusia bagi organisasi. Modal infrastruktur ini meliputi:

 

1. kebijakan rekrutmen organisasi,

2. pelatihan dan remunerasi,

3. sistem informasi manajemen dan sistem manajemen ilmu pengetahuan,

4. arahan kerja tim,

5. sikap dalam pekerjaan,

6. manajemen hak kekayaan intelektual,

7. nama,

8. perlindungan merek dagang,

9. lisensi,

10. hak paten, dan

11. perlindungan hak cipta.

 

Untuk menciptakan modal infrastruktur diperlukan modal institusional (kelembagaan) yang dapat melindungi, membina, mengarahkan, dan mengakomodasi serta menciptakan iklim ekonomi kreatif. Kelembagaan ini merupakan domain pemerintah yang harus proaktif menciptakan program dan iklim asaha kreatif melalui kebijakan yang kondusif.