Pengertian Penalaran Induktif
Penalaran Induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari suatu atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi).
Macam-macam Penalaran Induktif
A. Generalisasi
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tdai.
Generalisasi hanya akan mempunyai makna penting kalau kesimpulan yang diturunkan dari sejumlah fenomena tadi bukan saja mencakup semua fenomena itu, tetapi juga harus berlaku pada fenomena – fenomena lain yang sejenis dan belum diselidiki.
Contoh : Generalisasi
Bila seorang berkata bahwa mobil adalah semacam kendaraan pengangkut, maka pengertian mobil dan kendaraan pengangkut merupakan hasil generalisasi juga.
Dari macam-macam tipe kendaraan dengan ciri-ciri tertentu, ia mendapatkan sebuah gagasan mengenai mobil, sedangkan dari bermacam-macam alat untuk mengangkut sesuatu lahirlah abstraksi yang lebih tinggi ( = generalisasi lagi) mengenai kendaraan pengangku.
Contoh – Contoh diatas menunjukkan bahwa bila pada suatu waktu kita menghadapi suatu fenomena individual, kita segera menghubungkannya dengan pengalaman-pengalaman kita pada masa lampau.
Semua pengalaman itu secara alamiah menciptakan dalam pikiran kita suatu generalisasi yang mencoba menghubungkan semua peristiwa itu melalui ciri-ciri yang menonjol.
Macam-macam Generalisasi
1. Loncatan Induktif : Bertolak dari beberapa fakta, namun fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada.
Jadi loncatan induktif adalah sebagai loncatan induktif adalah sebagai loncatan dari sebagai evidensi kepada suatu generalisasi yang jauh melampaui kemungkinan yang diberi oleh evidensi evidensi itu.
2. Tanpa loncatan induktif adalah suatu generalisasi tidak mengandung loncatan induktif bila fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan meyakinkan, sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali.
Skema Penalaran Induktif
Karena generalisasi itu sering mendahului observasi atau sejumlah peristiwa cukup meyakinkan, maka perlu diadakan evaluasi yang terdiri dari :
1. Harus diketahui apakah sudah cukup banyak jumlah peristiwa yang diselidiki sebagai dasar generalisasi tersebut.
2. Apakah peristiwa – peristiwa itu merupakan contoh baik, bagi semua jenis peristiwa – peristiwa yang diselidiki.
3. Memperhitungkan pengecualian – pengecualian yang tidak sejalan dengan generalisasi itu.
4. Perumusan generalisasi itu seniri juga harus absah.
B. Hipotesa dan Teori
Hipotesa adalah semacam teori atau kesimpulan yang diterima sementara waktu untuk menerangkan fakta-fakta tertentu sebagai penuntun dalam meneliti fakta-fakta lain lebih lanjut. Atau dalam defnisi lain yaitu suatu dugaan yang bersifat sementara mengenai sebab-sebab atau relasi antara fenomena-fenomena.
Teori adalah azas-azas yang umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena-fenomerna yang ada. Di dalam pengertian yang lain teori adalah hipotesa yang telah diuji dan yang dapat diterapkan pada fenomena-fenomena yang relevan atau sejenis.
Cara merumuskan hipotesa yang baik :
1. Secara maksimal memperhitungkan semua evidensi yang ada. Semakin banyak evidensi yang digunakan semakin kuat hipotesa yang diajukan (Ciri Kuantitatif).
2. Bila tidak alasan – alasan lain, maka antara dua hipotesa yang mungkin diturunkan, lebih baik memilih hipotesa yang sederhana dari pada yang rumit.
3. Sebuah hipotesa tidak pernah terpisah dari semua pengetahuan dan pengalaman manusia.
4. Hipotesa bukan hanya menjelaskan fakta-fakta yang membentuknya, tetapi juga harus menjelaskan juga fakta-fakta lain sejenis yang belum diselidiki.
C. Analogi
Analogi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu hal akan berlaku pula untuk hal yang lain.
Analogi sering disebut juga dengan Analogi Induktif atau Logis sebagai suatu proses penalaran bertolak dari suatu kesamaan aktual antara dua hal, berdasarkan kesamaan aktual itu, penulis dapat menurunkan suatu kesimpulan bahwa karena kedua hal itu mengandung kemiripan dalam hal-hal yang penting, maka mereka akan sama pula dalam aspek-aspek yang kurang penting.
Dengan demikian analogi mempunyai tujuan tujuan, diantaranya :
– Untuk meramalkan kesamaan
– Untuk menyingkap kekeliruan
– Unuk menyusun sebuah klasifikasi
Sebagai ilustrasi mengenai analogi ini perhatikan contoh beriktu :
– Nina adalah tamatam Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.
Ia telah memberikan prestasi yang luar biasa ada perusahaan PT. Sanbe Farma, tempat ia bekerja. Ia telah mengajukan banyak usul mengenai cara pemecahan atas kesulitan-kesulitan yang dihadapi perusahaannya. Pada waktu penerimaan pegawai-pegawai baru, Direktur Perusahaan langsung menerima Reno, karena Reno adalah seorang alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma, seperti halnya Nina. Semua pelamar-pelamar lain diabaikan begitu saja. Menurut logika Direktur, karena Reno tamatan Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma, maka pasti ia memiliki juga kecerdasan dan kualitas yang sama atau sekurang-kurangnya sama dengan Nina.
d. Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah hubungan antara sebab dan akibat. Untuk tujuan praktis dapat diterima sebagai dasar bahwa semua peristiwa mempunyai sebab yang mungkin dapat diketahui, bila manusia berusaha menyelidiknya dan memiliki pengetahuan yang cukup untuk melakukan penyelidikan itu.
Pada umumnya hubungan kausal dapat berlangsung dalam tiga pola :
1. Sebab ke akibat : Hubungan ini mula-mula bertolak dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai sebab yang diketahui, kemudian bergerak maju menuju kepada suatu kesimpulan sebagai efek atau akibat yang terdekat. Efek yang ditimbulkan oleh sebab atau akibat dapat merupakan efek tunggal, tetapi dapat juga berbentuk sejumlah efek bersama-sama atau serangkaian efek.
Contoh : Kalau Novi menekan tombol lampu menyala : menekan tombol sebagai satu sebab menimbulkan efek yaitu lampu menyala. Tetapi hujan sebagai satu sebab akan menimbulkan sejumlah efek serentak, yaitu : tanah-tanah menjadi becek dan berlumpur, selokan penuh banjir, pakaian yang dicuci tidak lekas kering, mereka yang tidak tahan udara lembab atau dingin akan jatuh sakit.
Sebaliknya sebab akibat berantai terjadi : Misalnya kenaikan harga minyak menyebabkan para penyalur bahan makanan menaikkan harga-harga bahan makanan, harga bahan makanan naik menimbulkan kesulitan hidup, kesulitan hidup dalam semua bidang menyebabkan kaum buruh menuntut kenaikan upah dan seterusnya.
2. Akibat ke sebab : Hubungan ini bertolak dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai akibat yang diketahui, kemudian bergerak menuju sebab-sebab yang mungkin telah menimbulkan akibat tadi.
Contoh :
– Ada seorang pasien pergi ke dokter karena sakit yang dideritanya. Fenomena ini adalah sebuah akibat. Dokter yang diminta bantuannya harus menemukan sebabnya untuk memberikan pengobatan yang tepat. Ia menetapkan bahwa sakit di dada pasien disebabkan oleh kanker. Jadi jalan pikiran ini bertolak dari akibat yag diketahui (sakit di dada) menuju kepada sebuah sebab (kanker)
3. Akibat ke Akibat : Proses penalaran yang bertolak dari suatu akibta menuju akibat yang lain, tanpa menyebut atau mencari sebab umum yang menimbulkan akibat tadi.
Contoh :
– Dari contoh yang dikemukakan dalam hubungan sebab ke akibat, terjadilah sejumlah kibat karena turun hujan, tanah-tanah menjadi becek dan berlumpur selokan penuh banjir, pakaian yang sudah kering basah kembali.
– Ketika seorang ibu kembali dari belanja di daerah Glodok ke rumahnya di daerah Jatinegara, ia melihat tanah menjadi becek dan penuh lumpur, saluran – saluran masih kebanjiran. Melihat ini semua, ia lantas mengambil kesimpulan bahwa jemurannya yang seharusnya sudah kering, juga sudah basah semuanya.
– Dalam hal ini ia sama sekali tidak berpikir bahwa jemurannya menjadi basah karena tanah yang becek dan penuh lumpur, atau karena selokan penuh banjir, tetapi semuanya merupakan efek dari suatu sebab umum yang sama, yaitu hujan.