Search for Knowledge
“A mistake is a signal that it is time to learn something new, something you didn’t know before.”

Self Esteem dan Esteem Economy

 SELF ESTEEM

Pengertian Harga Diri (Self Esteem) menurut Stuart dan Sundeen (1991), ia mengatakan bahwa harga diri (self esteem) adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat diartikan bahwa harga diri menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten. Sedangkan menurut Gilmore dikatakan bahwa: “….self esteem is a personal judgement of worthiness that is a personal that is expressed in attitude the individual holds toward himself”. Pendapat ini menerangkan bahwa harga diri merupakan penilaian individu terhadap kehormatan dirinya, yang diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya.

Sementara itu, Buss (1973) memberikan pengertian harga diri (self esteem) sebagai penilaian individu terhadap dirinya sendiri, yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan. Sementara menurut Wikipidia Harga diri adalah pandangan keseluruhan dari individu tenang dirinya sendiri. Penghargaan diri juga kadang dinamakan martabat diri atau gambaran diri. Misalnya, anak dengan penghargaan diri yang tinggi mungkin tidak hanya memandang dirinya sebagai seseorang, tetapi juga sebagai seseorang yang baik.

Sering kali harga diri (self esteem) dikaitkan dengan rasa percaya diri, yaitu dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri, yang pada akhirnya membentuk gambaran diri. Hal ini sejalan dengan pendapat Roger dan Maslow. Mereka mengatakan bahwa harga diri (self esteem) merupakan aspek yang penting dalam kepribadian, dimana harga diri (self esteem) adalah evaluasi yang menyeluruh untuk membentuk gambaran diri (self image).

Terkait dengan harga diri (self esteem) dalam rentang kehidupan individu di mana study dilakukan pada 300.000 orang didapati harga diri (self esteem) rendah pada remaja dan dewasa akhir. Pada umumnya harga diri (self esteem) wanita lebih rendah dari pada pria pada rentang hidupnya, terutama pada masa remaja.

Penelitian yang dilakukan oleh Hewitt (2001); Scarpa & Luscher (2002), dan beberapa yang ditemukan oleh Baumeister (1997) sebagai berikut:

Harga diri (self esteem) relatif stabil dalam beberapa bulan dan dapat berubah terutama jika ada perubahan kejadian dalam hidup, misal lulus ujian, mendapat pekerjaan atau kehilangan pekerjaan.

Harga diri (self esteem) tinggi pada masa kanak-kanak, menurun saat remaja, dan meningkat lagi saat usia dewasa sampai pada dewasa aksir kemudian menurun.

Ada individu yang memiliki harga diri (self esteem) tinggi atau rendah secara keseluruhan namun ada juga harga diri (self esteem) tinggi atau rendah pada area tertentu, misal: harga diri (self esteem) tinggi di aspek sosial namun atau rendah di bidang akademis. Jadi bisa merata di segala aspek namun bisa juga fluktuasi.Harga diri (self esteem) rendah dapat berakibat seseorang mengalami depresi dan sebaliknya.

Komponen harga diri (self esteem) , menurut salah satu definisi (Braden, 1969), ada tiga komponen kunci dari harga diri (self esteem) :

1). Harga diri (self esteem) merupakan kebutuhan manusia yang penting yang sangat vital bagi kelangsungan hidup dan normal, perkembangan yang sehat.

2). Harga diri (self esteem) muncul secara otomatis dari dalam berdasarkan keyakinan dan kesadaran seseorang.

3). Harga diri (self esteem) seiring dengan pikiran, perilaku, perasaan dan tindakan seseorang.

ESTEEM ECONOMY

Rhenald menegaskan, perlunya mendalami motif manusia memenuhi kebutuhannya penting untuk memahami proses pergeseran perekonomian. Dia menganggap dunia benar-benar disruptif (berubah).

“Motif memenuhi kebutuhan itu bergeser di peradaban cyber. Manusia beradaptasi, bertahan dan berevolusi dengan motif pemenuhan kebutuhan tadi,” ujarnya.

Dia menjelaskan, dunia online seakan mampu memberikan rasa aman (safety needs) bagi sebagian orang yang pemalu dan takut-takut dalam interaksi tatap muka. Manusia bisa mengambil foto milik orang lain, mencuri, atau mengedit jati dirinya.

“Orang-orang yang memiliki “kelainan” di dunia riil, atau yang gemar menyebar fitnah, ternyata sosoknya tak semenakutkan tulisannya. Bahkan belum lama ini Ditreskrim Polri mengumumkan sebagian besar adalah penakut yang jarang bergaul,” terangnya.

Tetapi di dunia cyber, dengan kemampuan bersembunyi (anonimitas), sambung Rhenald, bisa membuat mereka merasa nyaman dan berani berkomunikasi.

Dengan bergabung dalam komunitas online, kini manusia bisa merasakan a sense of belonging. “Mengutip Pioner Cyberpsychologyst Marry Aiken, mendapatkan liked di Facebook adalah wujud dari memenuhi needs for esteem,” ujar Rhenald.