Pengertian Siklus Akuntansi
Siklus Akuntansi secara khusus diartikan sebagai proses berulang untuk melakukan identifikasi, analisis, dan merekam setiap kegiatan akuntansi dalam sebuah perusahaan. Siklus dalam kegiatan akuntansi ini terjadi dalam kurun waktu satu tahun.
Dalam kurun waktu tersebut, semua prinsip, kaidah, metode, hingga teknik-teknik dalam akuntansi digunakan untuk mencatat segala kegiatan akuntansi perusahaan. Umumnya, siklus ini dimulai pada awal tahun dengan pembukaan pembukuan dan ditutup dengan jurnal penutup.
Proses akuntansi ini dilakukan berkesinambungan dan berulang selama perusahaan masih aktif. Hal ini kemudian menjadikan proses-proses tersebut sebuah siklus. Adanya siklus ini dapat membantu pemilik perusahaan dalam melakukan analisis terkait kondisi keuangan perusahaan yang dimilikinya.
Tahapan Siklus Akuntansi
Sebagai sebuah siklus, proses akuntansi juga memiliki berbagai tahapan yang harus dilalui secara berurutan. Tujuan dalam siklus ini adalah untuk memberikan suatu informasi akuntansi yang tepat sehingga dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mencapai tujuan tersebut, tahapan-tahapan dalam siklus Akuntansi adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi Transaksi
Identifikasi setiap transaksi menjadi tahapan pertama dalam siklus ini. Kegiatan identifikasi ini harus dilakukan secara tepat oleh akuntan yang bisa dilakukan dengan cara melakukan pencatatan setiap transaksi yang terjadi.
Transaksi akuntansi yang dicatat merupakan setiap transaksi yang memiliki dampak secara langsung pada perubahan kondisi keuangan perusahaan dan dinilai secara objektif. Transaksi yang terjadi juga harus memiliki bukti-bukti transaksi agar bisa dilakukan identifikasi.
Bukti transaksi ini bisa berupa kuitansi, faktur, nota, atau bukti lainnya yang dianggap sah dalam dunia akuntansi. Oleh sebab itu, setiap transaksi akuntansi sebaiknya menggunakan bukti transaksi yang sehingga bisa dicatat dan diidentifikasi oleh akuntan, terutama transaksi yang berkaitan dengan perubahan kondisi keuangan perusahaan.
2. Analisis Transaksi
Setelah tahapan identifikasi, akuntan kemudian harus melakukan analisis terhadap transaksi tersebut tentang pengaruhnya terhadap kondisi keuangan perusahaan. Sistem pencatatan akuntansi dalam perusahaan selalu menggunakan double-entry system.
Artinya, setiap transaksi akuntansi yang terjadi akan memberikan pengaruh pada posisi keuangan di debet dan kredit dan harus dalam jumlah yang sama besarnya. Secara matematis, umumnya akuntansi menggunakan persamaan:
Aktiva = Kewajiban + Ekuitas dalam melakukan analisis dan perhitungan transaksi yang terjadi. Sebagai ilustrasi, sebuah perusahaan mendapatkan investasi uang tunai sebesar Rp 1.000.000,-, peralatan dan perlengkapan sebesar Rp 500.000,-.
Transaksi tersebut bisa dianalisis bahwa terjadi penambahan kas, perlengkapan, dan peralatan sebesar Rp 1.500.000,-. Penambahan tersebut berarti menambah modal perusahaan sebesar Rp 1.500.000,- karena semua transaksi tersebut merupakan bagian dari modal perusahaan.
3. Pencatatan Transaksi dalam Jurnal
Setelah akuntansi melakukan analisis transaksi, maka tahapan selanjutnya adalah dengan mencatat semua transaksi ke dalam sebuah jurnal keuangan. Dalam ilmu akuntansi, jurnal diartikan sebagai sebuah catatan kronologis selama satu periode tentang transaksi-transaksi yang terjadi. Proses memasukkan informasi tersebut disebut penjurnalan.
Dalam proses penjurnalan, setiap transaksi dibagi ke dalam dua bagian: Debit dan Kredit. Pencatatan ini bisa dilakukan dalam sebuah Jurnal Umum.
Pencatatan harus dilakukan dengan berurutan dan teliti, tanpa ada transaksi yang terlewatkan. Sehingga pada masa akhir akan didapatkan jumlah debet dan kredit yang sama besarnya.
4. Posting Buku Besar
Setelah di catatan ke dalam sebuah jurnal, akuntansi kemudian memindahkan semua transaksi ke dalam buku besar. Secara umum, buku besar dapat diartikan sebagai kumpulan rekening pembukuan yang berisikan informasi aktiva tertentu yang dicatat dalam satu periode. Dalam sebuah perusahaan dipastikan memiliki berbagai daftar rekening buku besar.
Masing-masing rekening yang ada dalam buku besar tersebut diberi nomor-nomor kode tertentu. Tujuannya adalah memudahkan ketika proses identifikasi dalam jurnal tersebut.
Selain itu, akuntan juga akan lebih mudah dalam melakukan pengecekan ulang atau melihat referensi terkait dengan transaksi yang terjadi jika sudah tercatat dalam buku besar.
5. Menyusun Neraca Saldo dan Jurnal Penyesuaian
Tahapan selanjutnya dalam siklus akuntansi yang dilakukan oleh seorang akuntan adalah menyusun neraca saldo dan jurnal penyesuaian. Neraca saldo berisikan daftar saldo dari masing-masing rekening pada buku besar pada periode tertentu.
Dalam menuliskan neraca saldo, saldo yang terdapat dalam buku besar disatukan dan harus dalam kondisi sama jumlahnya. Bila dalam suatu kondisi ternyata terdapat transaksi yang belum tercatat atau ditemukan ada kesalahan dalam neraca saldo, maka akuntan wajib untuk melakukan pencatatan dalam jurnal penyesuaian.
Penyusunan Jurnal penyesuaian ini bersifat periodik dan prosesnya juga sama dengan penjurnalan pada umumnya. Setelah dicatat dalam Jurnal Penyesuaian, maka hasil laporan keuangannya menjadi aktual.
6. Penyusunan Neraca Saldo Penyesuaian dan Laporan Keuangan
Tahapan berikutnya dalam siklus akuntansi adalah penyusunan Neraca Saldo Penyesuaian dan Laporan Keuangan. Neraca Saldo Penyesuaian dibuat dengan berdasarkan pada buku Neraca Saldo yang sudah dibuat sebelumnya dengan memperhatikan Jurnal Penyesuaian.
Saldo-saldo tersebut terbagi ke dalam kelompok aktiva dan pasiva sesuai dengan statusnya. Kemudian disusun hingga jumlah saldo keduanya sama besar. Yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Neraca Saldo Penyesuaian ini adalah jumlah saldo pada Aktiva maupun Pasiva berjumlah sama besar.
Bila tidak, maka terjadi kesalahan dalam perhitungan dan tidak bisa dibuat Laporan Keuangannya. Laporan Keuangan ini dibuat setelah jumlah saldo Aktiva dan Pasiva pada buku Neraca Saldo berjumlah sama besar.
Dalam Laporan Keuangan disusun beberapa laporan seperti laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan arus kas, dan neraca yang menghitung likuiditas, solvensi, dan fleksibilitas. Selanjutnya, akuntan masuk ke dalam tahapan terakhir yakni pembuatan Jurnal Penutup.
7. Menyusun Jurnal Penutup
Tahapan terakhir dalam siklus ini adalah penyusunan Jurnal penutup oleh seorang akuntan. Jurnal Penutup ini disusun pada akhir periode akuntansi dengan cara menutup rekening nominal atau rekening laba rugi. Untuk menutup kedua rekening tersebut, caranya bisa dengan membuat nihil nilai rekening tersebut.
Tujuan melakukan penutupan rekening ini adalah untuk melihat aliran pada sumber selama periode akuntansi tersebut berjalan. Setelah rekening tersebut ditutup, Jurnal Penutup ini bisa digunakan untuk mengukur setiap kegiatan yang telah dilaksanakan selama periode tersebut.
Pada periode selanjutnya, Jurnal Penutup bisa membantu untuk memulai kembali dalam siklus akuntansi selanjutnya.
8. Tambahan: Menyusun Neraca Saldo dan Jurnal Pembalik
Tahapan pada siklus proses akuntansi dalam satu periode sebelumnya sudah bisa diakhiri dengan pembuatan jurnal penutup. Proses penyusunan Neraca Saldo dan Jurnal Pembalik ini bersifat opsional, boleh dilakukan atau tidak.
Neraca Saldo pada tahap ini berisikan saldo rekening permanen dari rekening buku besar setelah Jurnal Penutup. Sementara Jurnal Pembalik dibuat agar proses pencatatan beberapa transaksi tertentu, terutama yang selalu berulang, bisa lebih sederhana.