1. Pengertian Harga
Harga merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pemasaran suatu produk karena harga adalah satu dari empat bauran pemasaran / marketing mix (4P = product, price, place, promotion / produk, harga, distribusi, promosi). Harga adalah suatu nilai tukar dari produk barang maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan moneter. Harga merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena harga menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan produknya baik berupa barang maupun jasa.
Definisi Harga menurut:
- Alex S Nitisemito (1991:55) Harga diartikan sebagai nilai suatu barang atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut seseorang atau perusahaan bersedia melepaskan barang atau jasa yang dimiliki kepada pihak lain.
- Stanton, (1984), Harga adalah nilai yang dinyatakan dalam dolar dan sen atau medium moneter lainnya sebagai alat tukar.
- Menurut menurut Alex S Nitisemito (1991:55) Harga diartikan sebagai nilai suatu barang atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut seseorang atau perusahaan bersedia melepaskan barang atau jasa yang dimiliki kepada pihak lain.
- Harga yang ditetapkan atas suatu produk baru harus dapat memberikan pengaruh yang baik bagi petumbuhan pasar. Selain itu untuk mencegah timbulnya persaingan yang sengit. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam penetapan harga produk baru, Tjiptono (2001 : 172)
- B. Tujuan Penetapan Harga
- Berorientasi pada Laba, setiap usaha selalu memilih penetapan harga yang bertujuan menghasilkan laba paling banyak. Namun karena besarnya persaingan, sehingga suatu usaha sering kesulitan dalam memastikan harga yang dapat menghasilkan laba paling banyak. Sebagai solusinya para pelaku usaha menggunakan pendekatan target laba, yaitu besar laba yang sesuai dengan sasaran laba.Berorientasi pada Volume, bahwa penetapan harga sedemikian rupa agar dapat mencapai tingkat volume penjualan tertentu, nilai penjualan atau pangsa pasar tertentu.
- Tujuan berorientasi pada volume, penetapan yang berorientasi pada volume, bertujuan menetapkan harga untuk mencapai target volume penjualan atau pangsa pasar tertentu. Biasanya harganya lebih murah, dibandingkan harga yang berorientasi pada laba.
- Tujuan berorientasi pada stabilitas harga, orientasi pada stabilitas harga bertujuan untuk menjaga kestabilan antara harga produk suatu usaha dengan harga yang dimiliki para pesaingnya.
- C. Tiga Kekuatan Potensial: Citra, Persaingan dan nilai
- Penetapan Harga Membentuk Citra
Yaitu penetapan harga yang bertujuan membentuk citra atau image produk dari suatu usaha. Misalnya dengan memberikan harga paling rendah untuk menanamkan image murah pada produk yang Anda tawarkan.Berorientasi pada Stabilitas Harga, hal ini dilakukan untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara suatu perusahaan dan harga pemimpin industri (industry leader).
- Penetapan Harga Berdasarkan Pesaing
Penetapan harga menurut keadaan, penetapan harga terutama dengan mengikuti harga pesaing bukan berdasarkan pada biaya perusahaan atau permintaan. Mungkin perusahaan menetapkan harga sama atau lebih tinggi atau lebih rendah dari pesaing. Perusahaan lebih kecil mungkin mengikuti harga pemimpin pasar. Penetapan Harga penawaran tertutup, penetapan harga berdasarkan pada pendapat mereka mengenai bagaimana pesaing menetapkan harga ketimbang pada biaya atau permintaanya sendiri.digunakan bila perusahaan mengkuti lelang untuk memperoleh pekerjaan.
Perilaku penentuan harga (pricing behavior) dari pesaing-pesaing merupakan elemen penting yamg harus diperhatikan. Perusahaan harus mengamati pesaing-pesaing agar dapat menentukan biaya-biaya, harga dan keuntungan perusahaan itu sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa teknik , seperti competitive shoping, market reseach, dan perbandingan harga terhadap kualitas suatu setiap penawaran yang ditawarkan oleh pesaing utama.
- Penetapan harga Berdasarkan Nilai
Penetapan harga berdasarkan nilai menggunakan persepsi pembeli pada nilai bukan biaya penjualan, sebagai kunci untuk penetapan harga. Penetapan harga berdasarkan nilai berarti bahwa pemasar tidak dapat merancang produk dan program pemasaran, lalu kemudian menetapkan harga. Harga dipertimbangkan bersama dengan variabel bauran pemasaran yang lain sebelum program pemasaran dibuat.
- D. Strategi Konsep Harga Pabrikan
Selain semua faktor diatas, Kotler dan Armstrong (1994) menambahkan satu faktor internal yang perlu juga dipertimbangkan dalam strategi penetapan harga, yakni organisasi. Manajemen perlu memutuskan siapa dalam organisasi yang harus menetapkan harga. Setiap perusahaan menangani masalah penetapan harga menurut caranya masing-masing.
Pada perusahaan kecil, umumnya harga ditetapkan oleh manajemen puncak. Pada perusahaan besar, seringkali masalah penetapan harga ditangani oleh divisi atau manajer suatu lini produk. Dalam pasar industri, sales people diperkenankan untuk bernegosiasi dengan pelanggannya guna menetapkan kisaran harga tertentu. Dalam industri di mana penetapan harga merupakan faktor kunci (misalnya perusahaan minyak, penerbangan luar angkasa), biasanya setiap perusahaan memiliki departemen penetapan harga tersendiri yang bertanggung jawab terhadap departemen pemasaran atau manajemen puncak. Pihak-pihak lain yang mempunyai pengaruh terhadap penetapan harga adalah manajer penjualan, manajer produksi, manajer keuangan, dan akuntan.
Komponen biaya produksi terdiri dari biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Yang termasuk dalam biaya produksi langsung yaitu bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Sedangkan biaya produksi tidak langsung adalah biaya overhead pabrik atau yang sering disebut sebagai biaya fabrikasi (factory overhead cost). Biaya overhead pabrik yaitu biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Komponen biaya overhead pabrik yaitu biaya bahan baku tidak langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung. Selain kedua biaya overhead pabrik tersebut juga terdapat biaya overhead pabrik lainnya seperti: biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya pembangkit listrik dan lain sebagainya.
Akan tetapi lain halnya dengan biaya overhead pabrik yang mencakup berbagai macam jenis biaya seperti biaya penyusutan mesin, biaya pemeliharaan gedung pabrik, biaya listrik dan biaya-biaya lainnya yang tidak dapat diidentifikasikan secara langsung pada produk biaya overhead pabrik yang terjadi secara teratur pada waktu tertentu. Betapa banyak dan beraneka ragamnya biaya overhead pabrik ini sehingga sering timbul kesulitan bagi pihak manajemen untuk mengendalikan biaya overhead pabrik yang dibebankan pada periode akuntansi tertentu.
Ada salah satu cara yang paling sesuai dibutuhkan perusahaan untuk mengendalikan biaya overhead pabrik yaitu dengan melakukan perencanaan dan pengawasan terhadap biaya-biaya overhead pabrik tersebut atau yang sering disebut dengan anggaran biaya overhead pabrik. Meskipun masih jarang dalam penggunaannya namun perlu dicoba dan digunakan bagi perusahaan industri tekstil khususnya agar biaya-biaya overhead pabrik yang cukup banyak tersebut dapat secara langsung dikendalikan dan terawasi dalam penggunaannya (pengeluarannya).
Penentuan harga pokok produksi banyak banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah biaya produksi dan laba yang diharapkan oleh perusahaan. Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang berkaitan langsung untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual.
Penentuan harga pokok produksi merupakan masalah yang penting bagi setiap perusahaan khususnya perusahaan industri, sebab kesalahan dalam penentuan harga pokok produksi dapat menyebabkan suatu perusahaan mengalami kegagalan dalam mencapai tujuannya. Yaitu apabila dalam penetapan harga pokok produksi terlalu rendah menyebabkan produk yang dihasilkan kurang optimal sedangkan apabila perusahaan menetapkan harga pokok produksinya terlalu tinggi maka akan terjadi kerugian karena harga pokok produk yang lebih tinggi dari harga pasar akan tidak laku atau menumpuk di gudang.
Biaya dan Hubungannya dengan Volume Penjualan.
Permintaan menentukan batas atas dari kisaran harga yang layak dan dapat ditawarkan oleh perusahaan atas produknya, sedangkan biaya menentukan batas bawahnya. Biaya merupakan faktor yang menentukan harga minimal yang harus ditetapkan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Harga suatu produk haruslah menutupi biaya untuk produksi dan pemasaran barang tersebut, paling tidak untuk jangka panjang, sebagaimana halnya pendapatan yang layak dterima oleh perusahaan atas investasi yang telah dilakukan dan resiko yang harus ditanggungnya. Ada dua jenis biaya yang umumnya digunakan di perusahaan, yakni :
Yang sifatnya tetap untuk jangka pendek, tanpa dipengaruhi oleh volume produksi atau pendapatan dari penjualan. Tercakup di dalamnya adalah bunga, sewa, gaji eksekutif, dan departemen fungsional (seperti pembelian dan R & D) yang dibutuhkan untuk mendukung produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Karena biaya tetap secara keseluruhan tetap jumlahnya tanpa tergantung pada volumen, maka biaya tetap per unit produk akan menurun apabila perusahaan memproduksi dan menjual lebih banyak produk tersebut dalam suatu periode tertentu.
Bervariasi secara keseluruhan terkait dengan taraf produksi, namun biaya per unit tetap sama tanpa tergantung pada jumlah produksi. Tercakup di dalamnya adalah biaya bahan baku, kemasan, dan tenaga buruh yang diperlukan untuk memproduksi setiap unit produk. Dalam hubungannya dengan volume penjualan, ada dua hal yang harus diperhitungkan untuk penetapan harga, yakni skala ekonomis (economies of scale) dan kurva belajar (learning/experience curve). Dalam jangka pendek, skala ekonomis diperoleh dari penggunaan kapasitas yang ada secara maksimal, sedangkan dalam jangka panjang perusahaan mendapatkannya dengan membangun fasilitas yang lebih besar dan lebih efisien. Kurva belajar menghasilkan penurunan biaya produksi dan biaya pemasaran per unit sejalan dengan semakin banyaknya pengalaman yang diperoleh.
Pengertian kredit menurut Terminologi yaitu dimulai dari kata “Kredit” yang berasal dari bahasa Yunani “Credere” yang berarti “Kepercayaan” atau dalam bahasa Latin “Creditum” yang berarti Kepercayaan Akan Kebenaran”. oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (Kreditur) percaya bahwa penerima kredit (Debitur) di masa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan.
Menurut Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, M.B.A (2007) kredit adalah penyerahan barang, jasa atau uang dari satu pihak (Kreditor/Pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (debitur atau pengutang/borrower) dengan janji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak
Kartu Kredit
Kartu kredit adalah Suatu hal yang berharga atau fasilitas keuangan yang dikeluarkan oleh suatu Instansi/ Bank tersendiri untuk dipergunakan oleh perorangan/ nasabah yang mana isinya biasa memberikan hak dan kewajiban bagi pemegang kartu tersebut yaitu pemegang kartu berhak dalam mendapatkan uang sesuai dengan yang dikeluarkan bank atas kesepakatan bersama dan pemegang kartu juga berkewajiban membayar atas seluruh/ sebagian uang tersebut tercantum baik secara pelunasan maupun dengan cara diplat/ dicicil.
Kredit Konsumsi
Sering juga disebut kredit konsumen, yaitu kredit yang di sediakan oleh bank kepada nasabahnya yang berupa orang peorangan atau rumah-rumah tangga keluarga. yang pemakaiannya dengan sendiri nya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran konsumsi mereka. Pada umumnya konsumen mempunyai sikap yang relatif lebih emosional dibandingkan dengan kelompok pemakai kredit produsen. Untuk berhasilnya kebijakan manajemen dalam bidang pemasaran, manajer bank perlo sekalimemperhatikan hal tersebut. Keberhasilan produk perbankan dalam bentuk kartukredit/’ creditcard’ erat hubungannyadengan karakteristik tersebut. Keberhasilan fihak toko penjaja barang dagangan konsumsi dalam memperluas pasar penjualannya dengan cara menerima kartu kredit dapat pula dihubungkan dengan keberhasilan bank tersebut. Selain itu, derajat kepastian pembayaran kembali,untuk kredit konsumsi kecenderungannya lebih rendah bila dibandingkan dengan kredit-kredit produsen. Selanjutnya dapat pula dikatakan , bahwa dari segi besarnya transaksi, untuk kredit konsumsi dengan sendirinya pada umumnya, relatif kecil, sehingga bank-bank yang tergolong jenis ‘retail bank’ -lah. .dengan suku bunganya yang tinggi. Mampu melayani pemasokan kredit-kredit konsumsi dengan berhasil.
Kredit Produksi
Ini biasajuga disebut kredit usaha atau kredit produsen, dan boleh dikatakan merupakan kebalikan dari kredit konsumen. Untuk kredit produsen fihak pemakai jasa kreditnya adalah perusahaan. Kredit produksi lebih lanjut bisa dibeda-bedakan lagi:
(a) berdasarkan perbedaan bidang usaha,
(b) berdasarkan perbedaan fungsi pembelanjaan dari segi pemakai kredit, dan
(c) berdasarkan perbedaan macamjaminan.
Kredit cicilan
Kredit cicilan (installment loan) adalah jumlah uang yang dipinjam untuk membeli barang seperti rumah atau mobil dan dikembalikan secara mencicil. Masa cicilan biasanya dihitung dalam bulan, seperti pinjaman 36 bulan untuk membeli mobil. Semakin lama jangka waktu pembayaran, semakin kecil cicilan bulanan tetapi semakin besar total biaya bunga.
Kredit Dagang
Kredit usaha dagang yang banyak dimanfaatkan oleh pedagang-pedagang kecil yang banyak dijumpai dalam perekonomian kita banyak yang berbentuk kredit candak-kulak, dan oleh karenanya banyak yang merupakan kredit jangka pendek. Usaha dagang ukuran besar di lain fihak, dengan melihat pola kegiatan serta jenis barang dagangannya, mempunyai peluang yang menguntungkan untuk menggunakan baik kredit jangka pendek yang menggunakan barang dagangan sebagaijaminan, kredit modal kerja dan juga kredit investasi yang dalam alam deregulasi suku bunganya mempunyai kecenderongan lebih rendah dibandingkan dengan suku bunga jangka pendek.
7 Kesalahan Penetapan Harga Yang Sering Terjadi
Jika bisa menghindarinya, tak hanya bisnis Anda menjadi yang terdepan dalam kompetisi, namun juga lebih sehat.
1. Memasang harga terlalu rendah dan selalu mengurangi keuntungan.
Bagi sebagian pelaku bisnis, cara ini bukan sebuah kesalahan, melainkan sudah menjadi strategi. Sayangnya, ini bukan strategi yang bagus. Menetapkan harga terlalu rendah mungkin bagus untuk jajaran produk yang tingkat lakunya tinggi, namun sebeanrnya ini menimbulkan kekacauan pada fondasi bisnisnya sendiri, karena untung Anda mengecil. Sementara untung inilah yang diperlukan untuk mendorong agar bisnis tetap hidup. Jadi, perlu menyesuaikan antara harga dengan untung yang dicari. Dengan pendekatan ini, mungkin Anda tak bisa merangkul konsumen yang ‘peka harga’. Namun hal ini justru bagus. Kompetitor yang menerapkan harga terlalu rendah untuk merangkul konsumen ini, nantinya juga akan menyadari bahwa cara itu tidak memberikan keuntungan.
2. Mematok marjin keuntungan yang sama untuk semua produk.
Tidak ada aturan, keharusan, atau teori apapun yang menyatakan bahwa semua produk harus mempunyai marjin keuntungan yang sama. Produk yang lambat laku sebaiknya mempunyai marjin keuntungan yang lebih besar dibanding produk-produk yang cepat laku.
Dengan cara ini pun Anda sebaiknya tetap mencari cara untuk meningkatkan value (nilai) dari produk yang laku keras itu agar punya marjin keuntungan yang lebih besar. Perlu diingat, kenaikan keuntungan sedikit saja dampaknya akan besar terhadap keseluruhan bisnis.
3. Tidak paham beda antara marjin dan mark-up.
Marjin keuntungan selalu didasarkan pada harga jual, sementara mark-up selalu didasarkan pada biaya yang telah dikeluarkan untuk memproduksi barang. Jangan sampai misalnya, melakukan mark-up 100%, namun harga lalu didiskon 50%, dan setelah dihitung-hitung lagi ternyata harganya sama dengan harga dasar produk, alias tidak mendapat untung sama sekali.
4. Lupa tidak memasukkan semua komponen biaya.
Supaya bisa menetapkan harga dengan benar, setiap biaya yang telah dikeluarkan harus diidentifikasi dan dicatat. Bahkan hal-hal kecil seperti biaya kartu kredit yang 1-3% setiap kali transaksi, akan terakumulasi jika tidak diikutsertakan. Biaya kemas, biaya antar, sampai biaya membeli cutter kecil, juga perlu dimasukkan. Pencatatan dan penghitungan ini penting karena biaya kecil-kecil ini ikut memberikan dampak terhadap bisnis.
5. Menirukan apa yang kompetitor lakukan.
Daripada meniru pola kompetitor -yang mungkin punya proses atau biaya berbeda dalam membuat produk- lebih baik kaji sendiri apa sebenarnya value produk yang Anda tawarkan kepada konsumen. Kemudian hargailah produk Anda sesuai nilai tersebut. Dengan cara ini, Anda punya alasan logis yang kuat jika harga itu dibanding-bandingkan oleh konsumen.
6. Menetapkan komisi berdasar harga jual, bukan dari harga dasar.
Ini sama dengan kasus marjin versus mark-up tadi. Lagi-lagi, keuntungan bersih Anda harus menjadi pegangan. Membayar komisi dari bagian keuntungan Anda sama saja dengan memberikan bisnis Anda kepada tenaga penjualan.
7. Memberi diskon, bukannya menambah nilai.
Diskon selalu memangkas keuntungan. Hanya dengan 10% diskon, sebuah bisnis bisa saja perlu menjual produk 50% lebih banyak agar tetap bisa mempertahankan keuntungan yang sama. Biaya juga meningkat jika selalu bermain-main dengan diskon.
Daripada memotong keuntungan, cobalah cari apakah ada cara lain yang bisa dilakukan untuk menambah nilai produk, tanpa perlu mengurangi harga. Pertambahan nilai ini artinya bahwa Anda memberikan kepada konsumen sesuatu yang bukan keluar dari porsi keuntungan. Jika dilakukan dengan tepat, added value ini akan memberikan kesan lebih kepada konsumen, yang ujung-ujungnya membuat mereka kembali lagi.